Selamat Datang Sahabat Nasreuhe Online. Silakan Bacah Artikelnya. Kalau Sudah Dibacah silakan dishare dan jangan lupa ditutup ya. hehehehehe. 06/14/14 - Nasreuhe Online

Jun 14, 2014

MENGENAL HAMZAH FANSURI

Hamzah Fansuri, Pemantik Peradaban Aceh

Tak banyak sejarah yang menukil seorang maestro peradaban yang tidak hanya dikenal di timur tapi juga di Barat. Dia Hamzah Fansuri, ulama yang pujangga nusantara. Dalam karya-karyanya ditemukan kunci peradaban satu kaum (Aceh). Di Malaysia, sastra menjadi tumpuan kaki peradaban Melayu, sehingga pujangga ditempatkan di atas para intelektual. Jika kita simak  satu lagu Aceh yang sering dinyanyikan oleh Rafly (penyanyi/penyair Aceh), maka kita tidak akan bisa melupakan syair berikut.

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI ACEH

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aceh sebelum diperangi belanda pada tahun 1873,adalah daerah kerajaan .Ada beberapa kerajaan yang terdapat di daerah aceh pada masa lalu yaitu kerajaan Islam peureulak dibagian timur, Kerajaan jeumpa di bagian Aceh Utara, Kerajaan Pidie dibagian aceh pidie dan kerajaan Daya dibagian Aceh barat. Diantara kerajaan itu yang terkenal adalah kerajaan Pase dan kerajaan aceh darussalam.

Pada Abad ke 17 kerajaan islam masih di catat sebagai salah satu negara yang kuat dan maju di antara 5 negara di dunia yaitu : Kerajaan Mughal India, Kerajaan Safawi di ishafan, Kerajaan Islam maroko di maroko, kerajaan turki usmani di Turki, dan kerajaan Islam Aceh Darussalam di Aceh. Sebuah negar itu akan kuta kalau kuat , Ekonomi. Politik, dan Militer nya. Hal ini semua di peroleh melalui Lembaga pendidikan , baik pendidikan Formal maupun Non Formal melalui pelatihan pelatihan.

SEJARA SYEKH ABDUL RAUF AL-SINGKILI /TEUNGKU SYEKH KUALA

Inilah ulama besar yang ikut mewarnai sejarah mistik Islam di nusantara. Namanya Sheikh Abdur Rauf Singkili, terkadang ditulis Abdur Al-Ra'uf Al-Sinkili. Mistik Islam itu ia ajarkan melalui Tarekat Syattariyah.
Tarekat Syatariyah sendiri mulai muncul di India pada abad 15. Nama Syattariyah dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, yaitu Abdullah Al-Syattar.
Tarekat Syattariyah pernah menduduki posisi penting lantaran tarekat ini merupakan salah satu tarekat yang besar pengaruhnya di dunia Islam. Di Indonesia, tarekat ini lalu dikembangkan oleh Sheikh Singkel.
Dilahirkan di surau, Aceh, pada 1024 H/1615 M, nenek moyang Sheikh Singkel berasal dari Persia yang datang ke Kesultanan Samudera Pasai pada akhir abad ke-13. Nama Singkel dinisbakah pada daerah kelahirannya itu.

SYED MUHAMMAD NAQUID AL - ATTAS

Syed Naquib al-Attas lahir di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 5 September 1931. ia keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura, Jawa Barat. Melalui silsilah/nasab ayahnya, ia termasuk keturunan bangsa Arab, yakni keturunan ahli tasawuf yang terkenal dari kalangan Sayid.
Sejak usia 5 tahun, ia telah mengenyam pendidikan, ketika ia di Johor Baru yang bersama saudara ayahnya Encik Ahcmad. Ia juga pernah belajar di Ngee Neng English Premery School di Johor Baru. Selama 4 tahun ia kembali di Sukabumi Jawa Barat dan belajar di Madrasah al- Urwatul Wustqa. Setelah itu, ia kembali ke Johor Baru melanjutkan pelajaran di Bukit Zahrah School dan seterusnya di English College Johor Baru selama 3 tahun. Setelah itu ia masuk tentara.

SEJARAH SYEH SITI JENAR

Nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ’Ali Al-Husaini, dilahirkan di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil. Dan ketika datang untuk berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara Cirebon. Dia mendapat gelar Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Lemah Brit.
Syaikh Siti Jenar adalah seorang sayyid atau habib keturunan dari Rasulullah Saw. Nasab lengkapnya adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid Hasan ’Ali] bin Sayyid Shalih bin Sayyid ’Isa ’Alawi bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid ’Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan bin Sayyid 'Alwi 'Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyid 'Ali Khali Qasam bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Sayyid Muhammad Maula Ash-Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir bin Sayyid 'Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid 'Isa An-Naqib bin Sayyid Muhammad An-Naqib bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.

SEJARAH SYEIKH NURRUDDIN AR- ARNURY

Syeikh Nurruddin Ar-Raniry lahir pada abad ke-10 H atau 16 M di Ranir wilayah Surat, Gujarat, pantai barat India. Ayahnya Ali Ar-Raniry dan ibunya asli orang Melayu.
Ulama yang namanya ditabalkan pada Institus Agama Islam Negeri (IAIN) di Darussalam, Banda Aceh ini, dalam faham keislamannya, sangat bertolak belakang dengan faham wujudiah yang diajarkan oleh ulama Aceh seangkatannya; Hamzah Fansuri.
 
Penetangannya terhadap Wujudiah, dituangkan dalam kitab Ma’a al-Hayat Li al-Mamat. Yang berisikan bantahan-bantahan terhadap ajaran Wujudiah. Salah satu alasannya menentang ajaran Wujudiah dalam kitab tersebut adalah tentang ke-Esaan wujud Tuhan dengan wujud alam dan manusia. Alasannya, jika benar Tuhan dan makhluk itu hakikatnya satu, maka semua makhluk ciptaan Allah adalah Allah. Hal ini menurutnya mengartikan bahwa apa yang dimakan, diminum, dan dibakar itu adalah Allah. Dengan demikian berarti semua perbuatan manusia dan makhluk lainnya, seperti membunuh dan mencuri adalah perbuatan Allah (Ahmad Daudi,1978).

SEJARAH SYAMSUDDIN SUMATRANI

Sejak lama Aceh telah dikenal sebagai satu-satunya daerah yang aksentuasi keislamannya paling menonjol. Selain menonjolnya warna keislaman dalam kehidupan sosio-kultur di sana, ternyata di Serambi Mekah ini pernah tersimpan pula sejumlah Sufi ternama semisal Samsuddin Sumatrani.
Syamsuddin Sumatrani adalah salah satu tokoh sufi terkemuka yang telah turut mengguratkan corak esoteris pada wajah Islam di Aceh. Sayangnya perjalanan hidup sang sufi ini sulit sekali untuk dirangkai secara utuh. Hal ini selain karena tidak ditemukannya catatan otobiografisnya, juga karena langkanya sumber-sumber akurat yang dapat dirujuk.
Bahkan tidak kurang peneliti seperti Prof. Dr. Azis Dahlan yang pernah mengadakan penelitian untuk disertasinya, merasa kesulitan dengan langkanya sumber-sumber mengenai tokoh sufi yang satu ini. Diantara sumber tua yang dapat dijumpai mengenai potret Syamsuddin Sumatrani adalah Hikayat Aceh, Adat Aceh, dan kitab Bustanu al-Salathin. Itupun tidak memotret perjalanan hidupnya secara terinci. Meski demikian, dari serpihan-serpihan data historis yang terbatas itu kiranya cukuplah bagi kita untuk sekedar memperoleh gambaran akan kiprahnya berikut spektrum pemikirannya.