Sudah sepekan ini Albina Arahman bersama
sejumlah rekannya mengendap-endap keluar masuk lubang. Mereka menggvali
dan menelusuri lubang-lubang bawah tanah di pusat Kota Sabang, Pulau
Weh, yang diduga mengarah ke instansi militer. Inilah upaya menyingkap
lorong-lorong rahasia peninggalan militer Jepang.
Albina
Arahman adalah Ketua Sabang Heritage Society. Ini adalah sebuah
perkumpulan orang-orang yang tertarik pada peninggalan sejarah. Dengan
peralatan seadanya, mereka menggali terowongan atau bunker peninggalan
Jepang di kawasan Jalan Diponegoro, tepatnya di kawasan Bukit Layang.
Terletak tepat di depan Kantor Detasemen
Polisi Militer, Kuta Ateueh, mulut pintu masuk terowongan telah
tertutup timbunan tanah dan sampah. Menggunakan peralatan sederhana
seperti cangkul dan linggis, para relawan itu menggali perlahan serupa
orang menggali sumur.
“Sudah tertutup sama tanah dan sampah,
kira-kira lima meter ke bawah baru bisa menembus timbunan itu,” kata
Albina ketika ditemui di sela-sela penggalian, Rabu kemarin.
Dari enam lubang yang ditemukan, baru
dua yang berhasil ditembus. Yang mengejutkan, di dalam tanah, mereka
menemukan ada persimpangan seperti tempat pertemuan lorong dari empat
penjuru. Namun, lorong-lorong itu buntu, seperti ditembok. Menurut
cerita orang-orang tua di Sabang, pada tahun 1980-an, pernah datang
serombongan orang Jepang ke sana dan bertemu instansi militer.
“Jadi, kami menduga terowongan ini
sengaja ditutup, karena kemungkinan lorong-lorong ini berhubungan
langsung dengan pusat pemerintahan dan kantor-kantor yang saat ini
digunakan oleh militer dan pemerintah”, tambahnya.
Albina mencontohkan, saat ini ada
beberapa rumah pribadi dan bangunan yang dimanfaatkan militer memiliki
pintu-pintu rahasia. Untuk menguak tabir ini, Albina meminta dukungan
dari semua pihak untuk melanjutkan ekspedisi penggalian.
Di salah satu lubang yang berhasil
ditembus, para penggali menemukan jejak militer Jepang saat perang dunia
kedua. “Kita temukan dua pin tanda jabatan yang diduga kuat milik
Perwira Jepang saat itu. Ini baru yang disini, belum lagi di Sabang
Hill”, ujar Albina.
Menurut Albina, banyak lorong-lorong
rahasia bawah tanah yang dibangun Jepang saat menduduki Pulau Weh. Dari
sejumlah arsip sejarah yang diperoleh, Albina menyimpulkan Sabang nyaris
sama dengan sebuah pulau di Pacific yaitu Pulau Iwo Jima.
Iwo Jima adalah sebuah pulau milik
Jepang sebelum direbut Amerika dalam pertempuran dengan Amerika Serikat
ketika berkecamuk perang dunia kedua. Di pulau itu, Jepang membangun
lubang-lubang pertahanan. Kisah pertempuran Iwo Jima bahkan telah
difilmkan dengan judul, “letter from Iwo Jima”.
Secara fisik dan bukti-bukti yang
tersebar di sejumlah titik di Kota Sabang, kata Albina, daerah ini
memiliki lorong-lorong dengan ciri serupa: kedalaman 5 meter dari
permukaan tanah. “Menurut sejarah, lubang ini merupakan pusat Komando
Jepang. Jadi, dulunya ini sebagai pusat komunikasi pertahanan Jepang di
wilayah Selat Malaka”, kata Albina.
Sejak berubahnya peta kekuatan penjajah
di Kawasan Timur, pada tahun 1942, Sabang berada di bawah penjajahan
Jepang. Pada masa itu Sabang dijadikan basis maritim Angkatan Laut dan
Angkatan Udara Jepang yang lebih dikenal dengan pilot-pilot Kamikaze
(Pasukan Bunuh Diri).
Mulai saat itu, Pulau Weh yang memiliki
luas 152 kilometer persegi ini persis bagaikan sepotong keju yang
terapung di lautan. Militer Jepang mulai membangun jaringan
infrastruktur dibawah tanah yang menghubungkan ke titik-titik strategis
di pulau itu.
Tidak heran, jika banyak bangunan
peninggalan Jepang masih memiliki pintu-pintu akses menuju ke jaringan
bawah tanah ke pusat komando yang terletak di Bukit Layang atau tidak
jauh dari Taman Ria. Albina juga meyakini, setiap terowongan bawah tanah
yang ada di Sabang memiliki rahasia tersendiri. Ia menduga hal itu
terkait dengan rahasia militer Jepang saat masih menduduki Sabang pada
perang dunia II.
Untuk membuktikan kisah Iwo Jima di
Sabang, Sabang Heritage Society berencana kembali menggali empat lubang
lain yang letaknya tidak jauh dari lokasi awal. Sayangnya, upaya
penggalian tidak dapat diteruskan karena keterbatasan dana. Untuk masuk
sampai ke dalam, diperkirakan butuh dana sampai Rp 10 juta, sedangkan
para relawan hanya punya duit Rp 3 juta. “Kami bersedia menyerahkan
temuan di terowongan, asalkan pemerintah mau membangun sebuah museum
mini untuk menyimpan benda-bendar bersejarah itu,” kata Albina. |
[yas/atjehpost.com]
0 #type=(blogger):
Posting Komentar