Kesultanan Langkat merupakan salah
satu kerajaan islam yang ada di sumatera utara. Kerajaan ini dulu memerintah di
wilayah Kabupaten Langkat. Kesultanan Langkat menjadi makmur karena dibukanya
perkebunan karet dan ditemukannya cadangan minyak di Pangkalan Brandan.
Sejarah Pendirian
Langkat sebelumnya merupakan bawahan Kesultanan Aceh sampai awal abad 19,
wilayahnya terbentang antara aliran Sungai Seruwai atau daerah Tamiang sampai
ke daerah aliran anak Sungai Wampu. Terdapat sebuah sungai lainnya di antara
kedua sungai ini yaitu Sungai Batang Serangan yang merupakan jalur pusat
kegiatan nelayan dan perdagangan penduduk setempat dengan luar negeri terutama
ke Penang/Malaysia. Sungai Batang Serangan ketika bertemu dengan Sungai Wampu,
namanya kemudian menjadi Sungai Langkat. Kedua sungai tersebut masing-masing
bermuara di Kuala langkat dan Tapak Kuda.
Kesultanan Langkat merupakan monarki yang berusia paling tua di antara
monarki-monarki Melayu di Sumatera Timur. Pada tahun 1568, di wilayah yang kini
disebut Hamparan Perak, salah seorang petinggi Kerajaan Aru dari Tanah Karo
yang bernama Dewa Shahdan berhasil menyelamatkan diri dari serangan Kesultanan
Aceh dan mendirikan sebuah kerajaan. Kerajaan inilah yang menjadi cikal-bakal
Kesultanan Langkat moderen.
Nama Langkat berasal dari nama sebuah pohon yang menyerupai pohon langsat.
Pohon langkat memiliki buah yang lebih besar dari buah langsat namun lebih
kecil dari buah duku. Rasanya pahit dan kelat. Pohon ini dahulu banyak dijumpai
di tepian Sungai Langkat, yakni di hilir Sungai Batang Serangan yang mengaliri
kota Tanjung Pura. Hanya saja, pohon itu kini sudah punah.
Pengganti Dewa Shahdan, Dewa Sakti, tewas dalam penyerangan yang kembali
dilakukan oleh Kesultanan Aceh pada tahun 1612. Di masa kepemimpinan Raja
Kejuruan Hitam (1750-1818), serangan terhadap Langkat berasal dari Kerajaan
Belanda. Langkat sebelumnya merupakan bawahan Kesultanan Aceh sampai awal abad
ke-19. Pada saat itu raja-raja Langkat meminta perlindungan Kesultanan Siak.
Tahun 1850 Aceh mendekati Raja Langkat agar kembali ke bawah pengaruhnya, namun
pada 1869 Langkat menandatangani perjanjian dengan Belanda, dan Raja Langkat
diakui sebagai Sultan pada tahun 1877.
Berpedoman kepada tradisi dan kebiasaan masyarakat Melayu Langkat, maka
dapatlah ditetapkan kapan Raja Kahar mendirikan Kota Dalam yang merupakan cikal
bakal Kerajaan Langkat kemudian hari. Setelah menelusuri beberapa sumber dan
dilakukan perhitungan, maka Raja Kahar mendirikan kerajaannya bertepatan
tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H, atau tanggal 17 Januari 1750. Melalui seminar
yang berlangsung di Stabat, pada tanggal 20 Juli 1994 atas kerjasama Tim Pemkab
Langkat dengan sejumlah pakar dari jurusan sejarah Fakultas Sastra USU, maka
dapat menentukan Hari Jadi Kabupaten Langkat yaitu 17 Januari 1750.
Masa Penjajahan Belanda
Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus
keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut
Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen
mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja
sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi) berada di tangan pemerintahan
kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh :
- Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892
- Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927
- Sultan Mahmud 1927-1945/46
Dibawah pemerintahan Kesultanan dan Assisten Residen struktur pemerintahan
disebut LUHAK dan dibawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik,
secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo) yang berada didesa.
Pemerintahan luhak dipimpin seorang Pangeran, Pemerintahan Kejuruan dipimpin
seorang Datuk, Pemerintahan Distrik dipimpin seorang kepala Distrik, dan untuk
jabatan kepala kejuruan/Datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah
menjadi raja di daerahnya.
Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak yaitu
:
Luhak Langkat Hulu
Berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri
dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik yaitu :
- Kejuruan Selesai
- Kejuruan Bahorok
- Kejuruan Sei Bingai
- Distrik Kwala
- Distrik Salapian
Luhak Langkat Hilir
Berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku
Jambak/T.Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu :
- Kejuruan Stabat
- Kejuruan Bingei
- Distrik Secanggang
- Distrik Padang Tualang
- Distrik Cempa
- Distrik Pantai Cermin
Luhak Teluk Haru
Berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Tumenggung
(Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik.
- Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji.
- Distrik Pulau Kampai
- Distrik Sei Lepan
Awal 1942, kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda beralih ke Pemerintahan
jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan
Keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan. Afdeling diganti
dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco Kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17-08-1945.
Di masa pemerintahan Sultan Musa al-Khalid al-Mahadiah Muazzam Shah,
seorang administrator Belanda bernama Aeilko Zijlker Yohanes Groninger dari
Deli Maatschappij menemukan konsesi minyak bumi di Telaga Said, Pangkalan
Brandan. Konsesi pertama eksploitasi minyak bumi diberikan oleh Sultan pada
tahun 1883. Dua tahun kemudian, dilakukan pemroduksian pertama minyak bumi dari
perut bumi. Pada tahun 1892 kilang minyak Royal Dutch yang menjalankan usaha
eksplotasi mulai melakukan produksi massal.
Berkat ditemukannya ladang minyak tersebut, pihak Kesultanan Langkat
menjadi kaya raya akibat pemberian royaliti hasil produksi minyak dalam jumlah
besar. Secara umum bila di bandingkan dengan kesultanan-kesultanan Melayu di
Sumatera Timursaat itu, Langkat jauh lebih makmur melebihi harapan. Bersama
Kesultanan Siak, Kesultanan Kutai Kartanegara, dan Kesultanan Bulungan, Langkat
menjadi salah satu negeri terkaya di Hindia Belanda saat itu. Salah satu sisa
kejayaan Langkat yang dapat disaksikan sekarang adalah Masjid Azizi di Tanjung
Pura.
Pada tahun 1907 Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah menandatangani
kontrak politik dengan Belanda yang diwakili oleh Jacob Ballot selaku Residen
van Sumatra Oostkust. Dalam perjanjian ini batas wilayah Kesultanan Langkat
ditetapkan. Daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah kekuasaan Sultan terdiri
dari Pulau Kumpei, Pulau Sambilan, Tapa Kuda, Pulau Masjid dan pulau-pulau
kecil di dekatnya, Kejuruan Stabat, Kejuruan Bingei (Binjai), Kejuruan Selesei,
Kejuruan Bahorok, daerah dari Datu Lepan, dan daerah dari Datu Besitang.
Wilayah Langkat secara administratif dibagi menjadi tiga bagian :
- Langkat Hulu
- Langkat Hilir
- Teluk Haru
Terjadi perhelatan besar pada bulan November 1926, dimana Sultan Ahmad
Sulaimanuddin dari Kesultanan Bulungan diKalimantan Utara meminang putri Sultan
Abdul Aziz yaitu Putri Lailan Syafinah. Oleh rakyat Langkat, Sultan Bulungan
dikenal dengan nama Sultan Maulana Ahmad. Jarak antara Bulungan dan Langkat
jika ditarik garis lurus mencapai sekitar 2.200 kilometer. Arsip Belanda juga
mencatat sejumlah foto pernikahan keduanya di Tanjung Pura, yang juga dirayakan
dengan tarian Suku Karo.
Masa Pendudukan Jepang
Di masa Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah, tepatnya saat tentara
Kekaisaran Jepang masuk dan membuat Belanda mundur, sejumlah catatan
menunjukkan penderitaan rakyat Langkat saat itu. Rakyat diperas dan diperbudak
untuk mengerjakan proyek-proyek Jepang. Disini tak ditemukan bagaimana relasi,
kontestasi, dan peta politik Langkat dengan kerajaan-kerajaan tetangga.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Lambang sultan langkat foto wikipedia |
Tengku Amir Hamzah,sastrawan Indonesia angkatanPujangga Baru dan Pahlawan
Nasional Indonesia.
Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh
Soekarno dan Hatta, kabar mengenai proklamasi bahkan belum sampai ke Kesultanan
Langkat. Tapi tak lama kemudian, suasana mulai memanas. Laskar-laskar
terbentuk. Dan pada 5 Oktober 1945, Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah
kemudian menyatakan bergabungnya kesultanan dengan negara Republik Indonesia.
Pada tanggal29 Oktober, Tengku Amir Hamzah diangkat menjadi Asisten Residen
(Bupati) Langkat dan berkedudukan di Binjai oleh Gubernur Sumatera,Teuku
Muhammad Hasan.
Kesultanan Langkat runtuh bersamaan dengan meletusnya Revolusi Sosial yang
didukung pihak komunis pada tahun 1946. Pada saat itu banyak keluarga
Kesultanan Langkat yang terbunuh, termasuk Tengku Amir Hamzah, penyair Angkatan
Pujangga Baru dan pangeran Kesultanan Langkat.
Puluhan orang yang berhubungan dengan swapraja ditahan dan dipenjarakan
oleh laskar-laskar yang tergabung dalam Volksfront. Di Binjai, Tengku Kamil dan
Pangeran Stabat ditangkap bersama beberapa orang pengawalnya. Istri-istri
mereka juga ditangkap dan ditawan ditempat berpisah. Berita yang paling ironis
adalah pemerkosaan dua orang putri Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah pada
malam jatuhnya Istana Darul Aman, 9 Maret 1946.
Setelah menangkap Tengku Amir Hamzah, Peradilan Rimba, demikian istilah
bagi laskar-laskar itu, menjatuhkan hukuman pancung bagi Amir Hamzah. Jasadnya
kemudian ditumpuk dengan jenazah ke 26 Tengku lainnya. Keesokan harinya jasad
Amir Hamzah dikebumikan di Masjid Azizi, Tanjung Pura. Istana Darul Aman memang
diserbu dan dibakar, akan tetapi Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah tak
turut dibunuh. Ia ditangkap dan diasingkan ke Batang Serangan hingga kemudian
Belanda membebaskannya pada bulan Juli 1947.
Setelah Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah wafat pada tahun 1948, para
Sultan Langkat praktis kehilangan kekuasaan politiknya dan hanya bertahta
sebagai Pemangku Adat dan Kepala Keluarga Kerajaan.
Daftar Sultan Penguasa Kesultanan Langkat
Berikut adalah raja-raja Kesultanan Langkat:
- 1568-1580 : Panglima Dewa Shahdan
- 1580-1612 : Panglima Dewa Sakti, anak raja sebelumnya
- 1612-1673 : Raja Kahar bin Panglima Dewa Sakdi, anak raja sebelumnya
- 1673-1750 : Bendahara Raja Badiuzzaman bin Raja Kahar, anak raja sebelumnya
- 1750-1818 : Raja Kejuruan Hitam (Tuah Hitam) bin Bendahara Raja Badiuzzaman, anak raja sebelumnya
- 1818-1840 : Raja Ahmad bin Raja Indra Bungsu, keponakan raja sebelumnya
- 1840-1893 : Tuanku Sultan Haji Musa al-Khalid al-Mahadiah Muazzam Shah (Tengku Ngah) bin Raja Ahmad, anak raja sebelumnya
- 1893-1927 : Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah bin Sultan Haji Musa, anak raja sebelumnya
- 1927-1948 : Tuanku Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah bin Sultan Abdul Aziz, anak raja sebelumnya
- 1948-1990 : Tengku Atha'ar bin Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah, anak raja sebelumnya, sebagai pemimpin keluarga kerajaan
- 1990-1999 : Tengku Mustafa Kamal Pasha bin Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmad Shah, saudara raja sebelumnya
- 1999-2001 : Tengku Dr Herman Shah bin Tengku Kamil, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah
- 2001-2003 : Tuanku Sultan Iskandar Hilali Abdul Jalil Rahmad Shah al-Haj bin Tengku Murad Aziz, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah, gelar Sultan dipakai kembali
- 2003 : Tuanku Sultan Azwar Abdul Jalil Rahmad Shah al-Haj bin Tengku Maimun, cucu Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmad Shah
Peristiwa-peristiwa Penting Kesultanan Langkat
Sultan ke
|
Tahun
|
Nama
|
1
|
Ca 1670 – 1670
|
Panglima Deva Shahdan, Datuk Langkat jajahan
Deli.Memisahkan diri dari Deli Tua; mendirikan Langkat tetapi kemudian dikuasai
Aceh dan menjadi taklukan Aceh hingga 1818 (saat Siak menyerang)
|
2
|
1670 – 17xx
|
Bertahta Raja Kahar ibni al-Marhum Panglima Deva
Shahdan, Raja Langkat
|
3
|
17xx – 17xx
|
Bertahta Sutan Bendahara Raja Badi uz-Zaman ibni
al-Marhum Raja Kahar, Raja Langkat
|
4
|
17xx – 1818
|
Bertahta Raja Hitam ibni al-Marhum Sutan Bendahara
Raja Badi uz-Zaman [Kejeruan Tua], Raja Langkat
|
1818
|
Langkat diserang Siak, Raja Hitam lari ke Deli dan terbunuh.
Siak menjadikan Langkat sebagai taklukan dan mengangkat Raja baru yaitu anak
dari Raja Indra Bongsu (adik Raja Hitam) bernama Raja Ahmad
|
|
5
|
1818 – 1840
|
Bertahta Raja Ahmad ibni al-Marhum Raja Indra
Bongsu, Raja Langkat
|
6
|
1840 – 1893
|
Bertahta Raja Musa ibni al-Marhum Raja Ahmad, Raja
Langkat
|
1854,
|
Aceh kembali menyerang Langkat dan menjadikan
Langkat taklukannya (lepas dari Siak) dan tetap menganggap Raja Musa sebagai
Raja Langkat dengan gelar: Pangeran Indra di-Raja Amir, Pahlawan Sultan
Aceh
|
|
1869
|
Aceh melemah, Hindia Belanda masuk dan memerdekakan
Langkat dari Aceh maupun Siak.
|
|
Gelaran RAJA diganti SULTAN. Raja Musa secara resmi mengganti
nama menjadi : Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Haji Musa al-Khalid
al-Mahadiah Mu’azzam Shah ibni al-Marhum Sultan Ahmad, Sultan Langkat
|
||
7
|
1893 – 1927
|
Bertahta H.H. Sri Paduka Tuanku Sultan ‘Abdu’l ‘Aziz
‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah ibni al-Marhum Sultan Haji Musa al-Khalid
al-Mu’azzam Shah, Sultan Langkat
|
Zaman keemasan Langkat dengan kontrak minyak dan
perkebunan tembakau dgn Hindia Belanda. Sultan ini yang membangun Istana
Darul Aman, Masjid Azizi dan menjalin pernikahan dengan anak Sultan Kedah dan
Selangor.
|
||
8
|
1927 – 1948
|
Bertahta H.H. Sri Paduka Tuanku Sultan Mahmud
‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah ibni al-Marhum Sultan ‘Abdu’l ‘Aziz, Sultan Langkat
|
1946
|
Revolusi Sosialoleh PKI, Istana Darul Aman dibakar
dan banyak bangsawan Melayu Sumatra Timur (Langkat,Deli,Serdang,Asahan &
Labuhan Batu ) yang dibunuh; termasuk Pahlawan Nasional Tengku Amir Hamzah
dan Raja Muda Langkat (putra sulung Sultan)Tengku Musa bin Sultan Mahmud
|
|
Sultan tetap diangkat sebagai Kepala Kerabat Istana
Langkat (Head of Langkat Royal House) dan berfungsi sebagai pengayom budaya
saja
|
||
9
|
1948 – 1990
|
Diangkat Tengku Atha’ar ibni al-Marhum Sultan Mahmud
‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah, Head of the Royal House of Langkat (putra kedua
Sultan ke 8)
|
10
|
1990 – 1999
|
Diangkat Tengku Mustafa Kamal Pasha ibni al-Marhum
Sultan Mahmud ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah, Head of the Royal House of
Langkat (putra keempat Sultan ke 8)
|
Sultan dinobatkan tetapi bukan dari anak Sultan 10
tetapi justru kembali ke galur cucu dari Sultan ke 7; Dari permaisuri ke 3:
Tengku Fatimah Sham binti Tengku Puteh (kerabat Kesultanan Serdang)
|
||
11
|
1999 – 2001
|
Diangkat Tengku Dr Herman Shah bin Tengku Kamil,
Head of the Royal House of Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke2
Sultan)
|
2001
|
Gelar utuh kembali dipakai
|
|
12
|
2001 – 2003
|
Dinobatkan Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Iskandar
Hilali ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah al-Haj ibnu al-Marhum Tengku Murad Aziz,
Sultan Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke7 Sultan)
|
13
|
2003
|
Dinobatkan Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Azwar
‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah al-Haj ibni al-Marhum Tengku Maimun, Sultan
Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke10 Sultan)
|
Sumber referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Langkat
http://humancareindonesia.wordpress.com/2011/05/22/sejarah-langkat/
http://latifah.msani.net/?p=407
0 #type=(blogger):
Posting Komentar