Sejarah Masuknya
Islam di kepulauan Papua sama halnya dengan sejarah masuknya islam di
kota-kota yang ada di Nusantara, dan rata-rata melalui jalur perdagangan. Karena
letak Papua yang strategis menjadikan wilayah ini pada masa lampau menjadi
perhatian dunia Barat, maupun para pedagang lokal Indonesia sendiri. Daerah ini
kaya akan barang galian atau tambang yang tak ternilai harganya dan kekayaan
rempah-rempah sehingga daerah ini menjadi incaran para pedagang. Karena
kandungan mineral dan kekayaan rempah-rempah maka terjadi hubungan politik dan
perdagangan antara kepulauan Raja Ampat dan Fakfak dengan pusat kerajaan
Ternate dan Tidore, sehingga banyak pedagang datang untuk memburu dagangan di
daerah tersebut.
Tanah Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran
Islam di Nusantara, sehingga Islam di Papua luput dari kajian para sejarahwan
lokal maupun asing, kedatangan Islam di tanah Papua juga masih terjadi silang
pendapat di antara pemerhati, peneliti maupun para keturunan raja-raja di Raja
Ampat-Sorong, fak-fak, kaimana dan teluk Bintuni-Manokwari, diantara mereka
saling mengklaim bahwa Islam lebih awal datang kedaerahnya yang hanya di
buktikan dengan tradisi lisan tanpa didukung dengan bukti-bukti tertulis maupun
bukti-bukti arkelogis.
Masuknya islam di papua diyakini telah ada sebelum agama
Nasrani masuk. Namun hingga saat ini belum ditentukan secara persis kapan hal
itu terjadi. Saksi bisu sejarah itu adalah Masjid Patimburak di Distrik Kokas,
Fakfak. Masjid ini dibangun oleh Raja Wertuer I bernama kecil Semempe. Sejumlah
seminar yang pernah digelar seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang
dilangsungkan di ibukota provinsi Kabupaten Fakfak dan di Jayapura pada tahun
1997, belum menemukan kesepakatan itu.
Dalam sejarah islamisasi di papua terdapat 7 teori yang
membahas kedatangan islam, yaitu :
Teori Papua
Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat
di sebagaian rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah fakfak,
kaimana, manokwari dan raja ampat (sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah
berasal dari luar Papua dan bukan di bawa dan disebarkan oleh kerejaan ternate
dan tidore atau pedagang muslim dan da’I dari Arab, Sumatera, Jawa, maupun
Sulawesi. Namun Islam berasal dari Papua itu sendiri sejak pulau Papua
diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga mengatak bahwa agama Islam telah
terdapat di Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri, dan mereka
meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya nabi adam dan hawa berada di daratan
Papua.
Teori Aceh
Studi sejarah masukanya Islam di Fakfak yang dibentuk oleh
pemerintah kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam datang
pada tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya mubaligh Abdul
Ghafar asal Aceh di Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak. Penetapan tanggal
awal masuknya Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh putra
bungsu Raja Rumbati XVI (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H. Ismail
Samali Bauw), mubaligh Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374 M) di
Rumbati dan sekitarnya, kemudian ia wafat dan di makamkan di belakang masjid
kampong Rumbati pada tahun 1374 M.
Teori Arab
Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai
diperkenalkan di tanah Papua, yaitu pertama kali di Wilayah jazirah onin
(Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar
Syekh Jubah Biru dari negeri Arab, yang di perkirakan terjadi pada abad
pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitat
400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587. Selain dari sejarah lisan tadi,
dilihat dalam catatan hasil Rumusan Seminar Sejarah Masuknya Islam dan
Perkembanganya di Papua, yang dilaksanakan di Fakfak tanggal 23 Juni 1997,
dirumuskan bahwa:
1. Islam dibawa oleh sultan abdul qadir pada sekitar tahun
1500-an (abad XVI), dan diterima oleh masyarakat di pesisir pantai selatan
Papua (Fakfak, Sorong dan sekitarnya)
2. Agama Islam datang ke Papua dibawa oleh orang Arab
(Mekkah).
Teori Jawa
Berdasarkan catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15
Juni 1946, menceritakan bahwa orang Papua yang pertama masuk Islam adalah
Kalawen yang kemudian menikah dengan siti hawa farouk yakni seorang mublighat
asal Cirebon. Kalawen setelah masuk Islam berganti nama menjadi Bayajid,
diperkirakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari
silsilah keluarga tersebut, maka Kalawen merupakan nenek moyang dari keluarga
Arfan yang pertama masuk Islam.
Teori Banda
Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya
di Fakfak dikembagkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang
diteruskan ke fakfak melalui seram timur oleh seorang pedagang dari Arab
bernama haweten attamimi yang telah lama menetap di ambon. Microb juga
mengatakan bahwa cara atau proses Islamisasi yang pernah dilakuka oleh dua
orang mubaligh dari banda yang bernama salahuddin dan jainun, yaitu proses
pengIslamanya dilakukan dengan cara khitanan, tetapi dibawah ancaman penduduk
setempat yaitu jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh tadi akan dibunuh,
namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk
setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.
Teori Bacan
Kesultanan bacan dimasa sultan mohammad al-bakir lewat
piagam kesiratan yang dicanangkan oleh peletak dasar mamlakatul mulukiyah atau
moloku kie raha (empat kerajaan Maluku: ternate, tidore, bacan, dan jailolo)
lewat walinya ja’far as-shadiq (1250 M), melalui keturunannya keseluruh penjuru
negeri menyebarkan syiar Islam ke Sulawesi, philipina, Kalimantan, nusa
tenggara, Jawa dan Papua.
Menurut Arnold,
raja bacan yang pertama masuk Islam bernama zainal abiding yang memerintah
tahun 1521 M, telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-pulau disebelah
barat lautnya, seperti waigeo, misool, waigama dan salawati. Kemudian sultan
bacan meluaskan kekuasaannya sampai ke semenanjung onin fakfak, di barat laut
Papua pada tahun 1606 M, melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim maka para
pemuka masyarakat pulau – pulau tadi memeluk agama Islam. Meskipun masyarakat
pedalaman masih tetap menganut animisme,
tetapi rakyat pesisir menganut agama Islam.
Dari sumber – sumber tertulis maupun lisan serta bukti –
bukti peninggalan nama – nama tempat dan keturunan raja bacan yang menjadi raja
– raja Islam di kepulauan raja ampat. Maka diduga kuat bahwa yang pertama
menyebarkan Islam di Papua adalah kesultanan bacan sekitar pertengahan abad XV.
Dan kemudian pada abad XVI barulah terbentuk kerajaan – kerajaan kecil di
kepulauan raja ampat itu.
Teori Maluku Utara
(Ternate-Tidore)
Dalam sebuah catatan sejarah kesultanan Tidore yang
menyebutkan bahwa pada tahun 1443 M Sultan Ibnu Mansur ( Sultan Tidore X atau
sultan Papua I ) memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar ( Papua ). Setelah
tiba di wilayah pulau Misool, raja ampat, maka sultan ibnu Mansur mengangkat
Kaicil Patrawar putra sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi ( Kapita
Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian di kawinkan dengan putri sultan Ibnu
Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri empat kerajaan dikepulauan Raja
Ampat tersebut adalah kerajaan Salawati, kerajaan Misool/kerajaan Sailolof,
kerajaan Batanta dan kerajaan Waigeo. Dari Arab, Aceh, Jawa, Bugis, Makasar,
Buton, Banda, Seram, Goram, dan lain – lain.
Masa antara abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah
kebudayaan Nusantara, di mana pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai
Kerajaan Hindu-Budha mulai pudar. Sejak
zaman itu muncul zaman baru yang ditandai penyebaran Islam melalui jalar
perdagangan Nusantara. Melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam
kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam
masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi
guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru.
Pendapat lain mengemukakan bahwa Perkembangan agama Islam di
daerah Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang suku Bugis melalui Banda yang
diteruskan ke Fakfak melalui Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab
bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon.
Proses Islamisasi di wilayah Fakfak dilakukan melalui jalur Perdagangan, pendidikan non formal dan politik, yang dimaksud dengan
penyebaran dakwah melalui saluran politik ialah bahwa atas jasa dan upaya para
raja dan pertuanan dan keluarga-keluarganya maka agama Islam turut disebarkan
(Onim, 2006;102-105).
Pengaruh masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat diketahui
dengan adanya ditemukan mesjid-mesjid kuno peninggalan kerajaan Islam yang
pernah berkuasa di wilayah tersebut diantaranya gong, bedug mesjid, rebana yang
digunakan pada saat upacara maulid, songkok raja, tongkat cis, tanda raja dan
adanya silsilah kerajaan dari kerajaan Ati-ati. Mesjid-mesjid kuno yang
ditemukan tersebut tersebar di beberapa tempat diantaranya mesjid Patimburak,
mesjid Werpigan dan mesjid Merapi.
Di Kabupaten Fakfak pada masa awal masuknya agama Islam ada
empat raja yang berkuasa diantaranya Raja Ati-ati, Ugar, Kapiar dan Namatota (sekarang
masuk dalam wilayah kabupaten Kaimana). Masing-masing raja tersebut mendirikan
mesjid dan mesjid tersebut yang digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan
agama Islam. Akan tetapi mesjid yang didirikan oleh raja Ati-ati pada saat itu
pada umumnya terbuat dari kayu sehingga tidak bisa lagi ditemukan wujud maupun
sisa-sisanya. Satu-satunya mesjid yang ditunjukkan oleh keturunan Raja Ati-ati
adalah mesjid Werpigan yang dibangun pada tahun 1931 oleh Raja ke-9. Mesjid
tersebut telah mengalami renovasi, sehingga konstruksi aslinya telah hilang
yang nampak adalah mesjid yang baru ( Tim peneliti, 1999).
Selanjutnya adalah mesjid yang didirikan oleh Raja Fatagar
yaitu mesjid Merapi terletak di kampung Merapi, dalam mesjid terdapat bedug
yang terbuat dari batang kayu kelapa. Di dekat mesjid terdapat makam Raja
Fatagar I dan II, makam terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok yang berada di
dalam pagar dan kelompok yang berada di luar pagar. Selain itu bukti pengaruh
masuknya Islam yaitu ditemukan rebana yang digunakan pada saat upacara maulid,
gong, tanda raja, tongkat cis, songkok raja dan adanya silsilah raja-raja yang
pernah berkuasa di wilayah tersebut. Diantara mesjid tua yang masih bertahan
hingga saat ini adalah mesjid Patimburak yang ada di distrik Kokas, menurut
informasi mesjid tersebut didirikan pada tahun 1870.
Dari beberapa sumber disimpulkan bahwa Islam masuk ke
kabupaten Fakfak menurut beberapa sumber sekitar pertengahan abad ke-15. Proses
masuknya yaitu melalui jalur perdagangan, perkawinan, pendidikan non formal dan
politik. Islam masuk ke wilayah ini tidak terlepas dari pengaruh kesultanan
Ternate dan Tidore sebagai basis Islamisasi di Indonesia bagian timur.
Pengaruh masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat dilihat dengan adanya temuan mesjid kuno dibeberapa tempat yaitu mesjid Merapi, Werpigan, Patimburak, gong, rebana, tongkat cis, songkok raja.
Pengaruh masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat dilihat dengan adanya temuan mesjid kuno dibeberapa tempat yaitu mesjid Merapi, Werpigan, Patimburak, gong, rebana, tongkat cis, songkok raja.
Islam juga menancapkan pengaruhnya didaerah Kokas, Fakfak
salah satu buktinya adalah keberadaan sebuah Masjid Tua yaitu Masjid
Patimburak.
Masjid Patimburak
Salah satu bukti otentik keberadaan Islam di tanah papua
yang masih terpelihara rapi adalah Masjid Patimburak. Masyarakat setempat
mengenal masjid ini sebagai Masjid Tua Patimburak. Menurut catatan sejarah,
masjid ini telah berdiri lebih dari 200 tahun yang lalu, bahkan merupakan
masjid tertua di Kabupaten Fakfak. Bangunan yang masih berdiri kokoh dan
berfungsi hingga saat ini dibangun pada tahun 1870, seorang imam bernama
Abuhari Kilian.
Pada masa penjajahan, masjid ini bahkan pernah diterjang bom
tentara Jepang. Hingga kini, kejadian tersebut menyisakan lubang bekas
peluru di pilar masjid. Menurut Musa Heremba, penyebaran Islam di
kokas tak lepas dari pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore di wilayah Papua.
Pada abad XV, kesultanan Tidore mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci
adalah sultan pertama yang memeluk agama Islam. Sejak itulah sedikit demi
sedikit agama islammulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan Tidore
termasuk kokas.
Di peluknya Islam oleh masyarakat Papua terutama didaerah
pesisir barat pada abad pertengahan XV tidak lepas dari pengaruh kerajaan –
kerajaan Islam di Maluku ( Bacan, Ternate dan Tidore ) yang semakin kuat dan
sekaligus kawasan tersebut merupakan jalur perdagangan rempah – rempah ( silk
road ) di dunia. Sebagaimana ditulis sumber – sumber barat, Tome pires yang
pernah mengunjungi nusantara antara tahun 1512-1515 M. dan Antonio Pegafetta
yang tiba di tidore pada tahun 1521 M. mengatakan bahwa Islam telah berada di
Maluku dan raja yang pertama masuk Islam 50 tahun yang lalu, berarti antara
tahun 1460-1465. Berita tersebut sejalan pula dengan berita Antonio Galvao yang
pernah menjadi kepala orang – orang Portugis di Ternate (1540-1545 M).
mengatakan bahwa Islam telah masuk di daerah Maluku dimulai 80 atau 90 tahun
yang lalu.
Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh
wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan
disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama, sebagai wilayah Yurisdiksinya. Keterangan
mengenai hal itu antara disebutkan sebagai berikut:
"Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul".
"Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur".
Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa yang dimaksud "Ewanin" adalah nama lain untuk daerah "Onin" dan "Sran" adalah nama lain untuk "Kowiai". Semua tempat itu berada di Kaimana, Fak-Fak. Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.
Menurut Thomas W. Arnold : "The Preaching of Islam”, setelah kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berikutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, pengaruh kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak.
"Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul".
"Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur".
Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa yang dimaksud "Ewanin" adalah nama lain untuk daerah "Onin" dan "Sran" adalah nama lain untuk "Kowiai". Semua tempat itu berada di Kaimana, Fak-Fak. Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.
Menurut Thomas W. Arnold : "The Preaching of Islam”, setelah kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berikutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, pengaruh kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak.
Thomas Arnold yang
seorang orientalis berkebangsaan Inggris memberi catatan kaki dalam kaitannya dengan
wilayah Islam tersebut: “beberapa suku Papua di pulau Gebi antara Waigyu dan
Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang dari Maluku" lebih
lanjut Arnold menjelaskan: “Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk yang
memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat (mungkin
semenanjung Onin) oleh para pedagang Muslim yang berusaha sambil berdakwah di
kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Tetapi nampaknya
kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad kemudian..."
Bila ditinjau dari laporan Arnold tersebut, maka berarti masuknya Islam ke daerah Papua
terjadi pada awal abad ke XVII, atau dua abad lebih awal dari masuknya agama
Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah Manokwari pada tahun 1855,
yaitu ketika dua orang missionaris Jerman bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian
menjadi pelopor kegiatan missionaris di sana. (Ali Atwa, penulis buku “Islam
Atau Kristen Agama Orang Irian (Papua)
Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad
ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo,
Missool, Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di
Maluku.
Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus Edition, di buku “Irian Jaya”, hal 20 sebuah wadah sosial milik misionaris menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam kitab Negarakertagama, di abad ke 14 di sana ditulis tentang kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan Seran
Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun demikian armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.
Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate di temukan di raja Ampat di Sorong dan di seputar Fakfak dan diwilayah Kaimana
Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore. Sejak abad ke-XV. Sejumlah tokoh lokal, bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.
Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan.
Sejarah masuknya Islam di wilayah Maluku dan Papua dapat ditelusuri dari berbagai sumber baik sumber lisan dari masyarakat pribumi maupun sumber tertulis. Menurut tradisi lisan setempat, pada abad kedua Hijriah atau abad kedelapan Masehi, telah tiba di kepulauan Maluku (Utara) empat orang Syekh dari Irak. Kedatangan mereka dikaitkan dengan pergolakan politik di Irak, dimana golongan Syiah dikejar-kejar oleh penguasa, baik Bani Umayah maupun golongan Bani Abasyiah. Keempat orang asing membawa faham Syiah. Mereka adalah Syekh Mansyur, Syekh Yakub, Syekh Amin dan Syekh Umar. Syekh Umar menyiarkan agama Islam di Ternate dan Halmahera muka. Syekh Yakub menyiarkan agama Islam di Tidore dan Makian. Ia meninggal dan dikuburkan di puncak Kie Besi, Makian. Kedua Syekh yang lain, Syekh Amin dan Umar, menyiarkan agama Islam di Halmahera belakang, Maba, Patani dan sekitarnya. Keduanya dikabarkan kembali ke Irak.
Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus Edition, di buku “Irian Jaya”, hal 20 sebuah wadah sosial milik misionaris menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam kitab Negarakertagama, di abad ke 14 di sana ditulis tentang kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan Seran
Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun demikian armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.
Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate di temukan di raja Ampat di Sorong dan di seputar Fakfak dan diwilayah Kaimana
Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore. Sejak abad ke-XV. Sejumlah tokoh lokal, bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.
Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan.
Sejarah masuknya Islam di wilayah Maluku dan Papua dapat ditelusuri dari berbagai sumber baik sumber lisan dari masyarakat pribumi maupun sumber tertulis. Menurut tradisi lisan setempat, pada abad kedua Hijriah atau abad kedelapan Masehi, telah tiba di kepulauan Maluku (Utara) empat orang Syekh dari Irak. Kedatangan mereka dikaitkan dengan pergolakan politik di Irak, dimana golongan Syiah dikejar-kejar oleh penguasa, baik Bani Umayah maupun golongan Bani Abasyiah. Keempat orang asing membawa faham Syiah. Mereka adalah Syekh Mansyur, Syekh Yakub, Syekh Amin dan Syekh Umar. Syekh Umar menyiarkan agama Islam di Ternate dan Halmahera muka. Syekh Yakub menyiarkan agama Islam di Tidore dan Makian. Ia meninggal dan dikuburkan di puncak Kie Besi, Makian. Kedua Syekh yang lain, Syekh Amin dan Umar, menyiarkan agama Islam di Halmahera belakang, Maba, Patani dan sekitarnya. Keduanya dikabarkan kembali ke Irak.
Secara geografis tanah Papua memiliki kedekatan relasi etnik
dan kebudayaan dengan Maluku. Dalam hal ini Fakfak memiliki kedekatan dengan
Maluku Tengah, Tenggara dan Selatan, sedangkan dengan Raja Ampat memiliki
kedekatan dengan Maluku Utara. Oleh karena itu, dalam membahas sejarah masuknya
Islam ke Fakfak kedua alur komunikasi dan relasi ini perlu ditelusuri mengingat
warga masyarakat baik di Semenanjung Onim Fakfak maupun Raja Ampat di Sorong,
keduanya telah lama menjadi wilayah ajang perebutan pengaruh kekuasaan antara
dua buah kesultanan atau kerajaan besar di Maluku Utara (Kesultanan Ternate dan
Tidore). Nampaknya historiografi Papua memperlihatkan bahwa yang terakhir
inilah (Kesultanan Tidore) yang lebih besar dominasinya di pesisir pantai
kepulauan Raja Ampat dan Semenajung Onim Fakfak. Walaupun demikian tidak berarti
bahwa Ternate tidak ada pengaruhnya, justru yang kedua ini dalam banyak hal
sangat berpengaruh.
Dengan adanya pengaruh kedua kesultanan Islam ini di Raja
Ampat, Sorong dan Fakfak, maka telah dapat diduga (dipastikan) bahwa Islam
masuk ke Raja Ampat dan Semenanjung Onim Fakfak serta sebagian besar wilayah
pantai selatan daerah Kepala Burung pada umumnya termasuk kaimana di dalamnya
adalah wilayah lingkup pengaruh kedua kesultanan itu.
proses masuknya Islam ke Indonesia tidak dilakukan dengan
kekerasan atau kekuatan militer. Penyebaran Islam tersebut dilakukan secara
damai dan berangsur-angsur melalui beberapa jalur, diantaranya jalur
perdagangan, perkawinan, pendirian lembaga pendidikan pesantren dan lain
sebagainya, akan tetapi jalur yang paling utama dalam proses Islamisasi di
nusantara ini melalui jalur perdagangan, dan pada akhirnya melalui jalur damai
perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua.
Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas hanya di sekitar kota-kota
pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar
pengaruhnya di tempat-tempat baru itu.
Bukti-bukti peninggalan sejarah mengenai agama Islam yang
ada di pulau Papua ini, sebagai berikut: 1. terdapat living monument yang
berupa makanan Islam yang dikenal dimasa lampau yang masih bertahan sampai hari
ini di daerah Papua kuno di desa Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik Waigeo.
2. tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari ini yang
berupa cerita dari mulut ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih.
3. Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya
yang berada di beberapa masjid kuno.
4. Di Fakfak, Papua Barat dapat ditemukan delapan manuskrip
kuno brhuruf Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan ukuran yang
berbeda-beda, yang terbesar berukuran kurang lebih 50 x 40 cm, yang berupa
mushaf Al Quran yang ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan
dirangkai menjadi kitab. Sedangkan keempat kitab lainnya, yang salah satunya
bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa.
Kelima kitab tersebut diyakini masuk pada tahun 1214 dibawa
oleh Syekh Iskandarsyah dari kerajaan Samudra Pasai yang datang menyertai
ekspedisi kerajaannya ke wilayah timur. Mereka masuk melalui Mes, ibukota Teluk
Patipi saat itu. Sedangkan ketiga kitab lainnya ditulis di atas daun koba-koba,
Pohon khas Papua yang mulai langka saat ini. Tulisan tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam tabung yang terbuat dari bambu. Sekilas bentuknya mirip
dengan manuskrip yang ditulis di atas daun lontar yang banyak dijumpai di
wilayah Indonesia Timur.
5. Masjid Patimburak yang didirikan di tepi teluk Kokas,
distrik Kokas, Fakfak yang dibangun oleh Raja Wertuer I yang memiliki nama
kecil Semempe.
Saat itu, tahun 1870, Islam dan Kristen sudah menjadi dua
agama yang hidup berdampingan di Papua. Ketika dua agama ini akhirnya masuk ke
wilayahnya, Wertuer sang raja tak ingin rakyatnya terbelah kepercayaannya.
Maka ia membuat sayembara misionaris Kristen dan imam Muslim
ditantang untuk membuat masjid dan gereja. Masjid didirikan di Patumburak,
gereja didirikan di Bahirkendik. Bila salah satu di antara keduanya bisa
menyelesaikan bangunannya dalam waktu yang ditentukan, maka seluruh rakyat
Wertuer akan memeluk agama itu.
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Papua
http://wawanalbaihaki.blogspot.com/2012/03/sejarah-masuknya-islam-di-papua.html
http://catatancintaabi.wordpress.com/2012/03/06/sejarah-masuknya-islam-di-tanah-papua-pada-abad-16-m/
http://kota-islam.blogspot.com/2013/10/sejarah-perkembangan-islam-di-papua.html
0 #type=(blogger):
Posting Komentar