2 Mei 2015

Sejarah Permulaan dan Berkembangnya Islam Di Nusantara.

Dalam membicarakan sejarah masuk dan berkembangnya agama Islam di Nusantara dan Asia Tenggara, fokus
kajiannya tentu saja  bermula dari Aceh. Kerana dalam banyak kajian sejarah telah disepakati bahawa Aceh adalah daerah   pertama bertapaknya agama Islam yang kemudian berkembang   ke wilayah-wilayah di Nusantara dan Asia Tenggara. Oleh kerana itu, dalam kita membicarakan sejarah masuknya Islam ke Aceh, Nusantara dan AsiaTenggara, setidaknya ada  lima masalah pokok yang  harus menjad i kajian kita lebih dulu.   Pertama, dari mana tempat  asal kedatangan agama Islam ke Aceh yang kemudian berkembang di Nusantara dan Asia Tenggara. Kedua, daerah yang mula-mula agama Islam masuk ke Aceh hingga berdirinya kerajaan Islam pertama di Aceh. Ketiga, Bilakah Islam pertama

kali masuk ke Aceh. Keempat, aliran Islam apa yang pertama sekali berkembang di Aceh, dan Kelima, siapakah yang mula-mula pembawa agama Islam ke Aceh.
Selain itu, masih menjadi perselisihan pendapat di kalangan sejarawan,baik mengenai tempat asal mula kedatangan Islam ke Nusantara, mahupun tempat pertama sekali Islam masuk dan berkembang di di Aceh. Selisih pendapat ini terbukti dari masih adanya pendapat yang mengatakan bahwa agama Islam pertama sekali masuk ke Aceh adalah di Perlak (Aceh Timur sekarang) dan di wilayah inilah berdirinya kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara bahkan untuk Asia Tenggara. Sementara pendapat lainnya mendakwa bahawa kerajaan Islam pertama berdiri di Aceh adalah kerajaan Islam Samudra Pasai (daerah Aceh Utara sekarang ini). Demikian pula  daerah asal Islam pertama kali datang ke Aceh dan Nusantara, sebahagian pendapat mengatakan agama Islam pertama sekali datang ke Aceh adalah dari Gujarat India,namun sebahagian lainnya mengatakan agama Islam pertama masuk ke Aceh langsung dari Arab. Beza pendapat ini juiga mempengaruhi pada aliran Islam pertama yang datang ke Aceh dan Nusantara. Ada yang mengatakan aliran Islam pertama masuk ke Aceh adalah Islam Sunni, namun ada juga yang berpendapat bahwa agama Islam pertama datang ke Aceh adalah agama Islam beraliran Syiah. Setidaknya, itulah yang akan menjadi fokus kita dalam nota yang ingin saya sampaikan pada kesempatan ini.Sebagaimana diketahui, sebelum datangnya agama Islam ke Aceh, penduduk diwilayah ini telah lebih dulu dipengaruhi oleh agama Hindu. Hal ini diketahui dari adanya   peninggalan-peninggalan purba bekas kepercayaan Hindu terutama di daerah-daerah pesisir pantai Aceh. Walaupun sudah tidak lagi ditemukan bekasnya, tapi dari cerita-cerita rakyat dan peraturan-peraturan lama yang berlaku dalam masyarakat Aceh dapat dipercaya bahwa pengaruh Hindu telah berlaku beberapa lama dalam mempengaruhi peradaban dan bahasa
Aceh sebelum masuknya agama Islam ke Aceh (H.M. Zainuddin, 1961: 42).Bukti adanya pengaruh Hindu di Aceh juga dipertegas Muhammad Said (1981) yang mengatakan bahawa agama Hindu telah masuk masuk ke Aceh seiring datangnya para imigran India di kepulauan Nusantara sejak awal abad ke 4 Masehi. Sejak itu  agama Hindu sudah mulai bertapak di Aceh, meskipun di wilayah-wilayah tertentu di pesisir pantai Aceh. terdapat banyak peninggalan purba yang diyakini sebagai bekas peninggalan Hindu di Aceh, dan semua peninggalan purba itu sekarang memang terletak di wilayah pesisir Aceh.Sepertii beberapa bangunan bekas peninggalan Hindu yang ditemukan di wilayah Krueng Raya di kaki gunung Selawah Aceh Besar dan sebagian lainnya di Laweung Pidie.

Permulaan Islam di Aceh
Kedudukan geografi Aceh yang sangat strategik di jalur lalulintas antarabangsa Selat Melaka boleh dikatakan rahmat Tuhan yang diberikan kepada Aceh. Kerana dengan letak geografi Aceh di sepanjang pantai Selat Malaka ini telah membuat Aceh menjadi salah satu daerah terpenting bagi tempat persinggahan ke luar masuknya para padagang dunia. Hubungan perdagangan dunia dengan Aceh telah dimulai sejak adanya kehidupan dan sejak tumbuhnya peradaban di Nusantara (Arani Usman, 2003:8-9). Hubungan antarabangsa yang dijalin orang Aceh pada awalnya adalah melalui hubungan perdagangan. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya saudagar dari Arab, Parsi dan India mencari rempah-rempah di Sumatera untuk dibawa melalui India yang selanjutnya diteruskan ke Timur Tengah. Dari interaksi antarabangsa ini memberi petunjuk kepada kita bahawa hubungan antara budaya orang Aceh dengan bangsa
dunia sudah berlengsung jauh sebelum agama Islam datang ke Aceh dan Nusantara.Lalu bagaimana dengan kedatangan Islam di Aceh di tengah perhubungan budaya antarabangsa yang berlangsung sejak daerah Aceh menjadi daerah terbuka terhadap  latar belakang budaya dan agama yang berbeza. Sebagaimana telah dikemukakan , bahawa awal mulanya Islam masuk ke Aceh ada dua teori yang dikembangkan para sejarawan. Teori pertama mengatakan agama Islam sudah masuk ke Aceh sejak abad pertama tahun Hijriah, atau pada abad ke 7 Mesehi, tiori ini dipelopori oleh
sejarawan Muslim. Sementara teori kedua yang dipelopori oleh sejarawan Barat (orientalis) lebih menekankan bahwa Islam pertama masuk ke Aceh (Nusantara) adalah pada abad ke 13 Masehi dengan berbagai pembuktiannya. Kedua teori ini memerlukan sebuah analisa sejarah yang kritis. Pendapat yang mengatakan Islam sudah mesuk ke Aceh dan Nusantara pada abad pertama Hijriah memang sudah menjadi kesimpulan dalam beberapa kali seminar Sejarah
Masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara. Seminar sejarah Islam yang berlangsung di Medan Sumatera Utara tahun 1963, juga menyimpulkan bahwa agama Islam pertama masuk ke Nusantara adalah pada abad pertama Hijriah, dan daerah pertama sekali menerima Islam diNusantara adalah daerah Aceh. Kesimpulan ini ditegaskan kembali pada Seminar Sejarah Islam di Banda Aceh tahun 1978, kemudian tahun 1980 dalam Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara yang diselenggarakan di Rantau Kuala Simpang, Aceh Timur, juga disimpulkan bahwa agama Islam telah masuk ke Aceh dan Nusantara sejak abad pertama Hijriah. Tiga kesimpulan seminar ini rasanya telah cukup menguatkan teori yang dikemukakan oleh para sarjana Islam yang mengatakan Islam telah masuk ke Aceh pada abad pertama tahun Hijriah atau pada abad ke-7 tahun Masehi. Kesimpulan-kesimpulan dalam seminar itu menurut sejarawan Islam sendiri bukan tidak beralasan, apalagi ketika dihubungkan penyebaran Islam di seluruh jazirah Arab, yang diperkirakan bahawa menjelang wafatnya Nabi Muhammad SAW agama Islam sudah berkembang luas diseluruh jazirah Arab. Pengembangan Islam ini terus meluas hingga keluar jazirah Arab, bahkan di zaman Khalifah Usman Ibn ‘Affan utusan pengembangan agama Islam ini sudah sampai ke China. Para pendakwah Islam ini berlayar melalui lautan India dan laut China  menuju pelabuhan Guangzhou di China Selatan. Pada zaman itu China kebetulan sedang dipimpin oleh Dinasti T’ang (618-907 M)
iaitu pada waktu negeri tersebut sedang membuka pintu masuk untuk kedatangan orang orang luar. Maka orang-orang Arab yang sudah berada di bandar-bandar pelabuhan negeri itu dengan mudah dapat masuk ke China. Dengan demikian tidak mustahil bila pedagang dan para pelaut Arab yang sudah beragama Islam ketika itu dalam menuju China dari
negerinya mereka melintasi Selat Melaka dan singgah di pelabuhan-pelabuhan pantai Selat Melaka, baik untuk menunggu musim ataupun untuk menambah perbekalan, atau bahkan  melakukan  perdagangan dengan penduduk setempat di pelabuhan-pelabuhan yang mereka singgahi. Maka tidak mustahil dalam interaksi itu orang Arab yang sudah beragama
Islam sekaligus mendakwahkan agama Islam bagi penduduk-penduduk Aceh sambil mereka menuju negeri China.
Sumber-sumber China juga menyebutkan bahwa para perantau Arab yang sudah beragama Islam, sejak tahun 600 Masehi sudah banyak ditemukan bermukim di Aceh. Seperti diceritakan dalam catatan perjalanan seorang Sami   Budha   I Shing, ia menyebutkan bahwa di tahun 672 Masehi ketika ia berangkat dari Canton menuju India melalui Selat Melaka ia sempat menyinggahi beberapa pelabuhan di pantai sebelah Barat Sumatera, dan pelabuhan-pelabuhan itu adalah pelabuhan Aceh. Saat itu dalam catatannya I Shing menyebutkan bahwa di pantai Barat Sumatera (Aceh atau Sumatera) itu telah banyak bermukim orang-orang muslim Arab yang disebut sebagai bangsa Ta-shi dalam logat China, maksudnya adalah bangsa Parsi. Dengan demikian teori yang mengatakan Islam pertama sekali masuk ke Aceh dan Nusantara pada abad pertama Hijriah dari dalil-dalil yang telah dikemukakan, teori tersebut memang hampir tak terbantahkan.
Latar belakang teori itu juga sekaligus membuktikan kepada kita bahawa Islam pertama masuk ke Aceh atau Nusantara adalah langsung dari Arab/Parsi seiring datangnya pelaut atau pedagang-pedagang Arab/Parsi ke Aceh dan Nusantara, baik sebagai tempat singgahan sementara sambil menuju ke Timur Jauh melalui Selat Malaka maupun sebagai perantau , atau imigran yang ingin mencari penghidupan baru dikepulauan Nusantara.Hal ini tidak berarti bahwa apa yang diandaikankan sarjana Barat mengenai kedatangan Islam pertama di Aceh dan Nusantara pada abad ke 13 Masehi yang dibawa oleh pedagang dari Gujarat India menjadi termansuhkan dengan pendapat yang dikemukakan sarjana Islam. Kerana setiap teori memang mengandung kecenderungan tertentu dengan menekankan aspek-aspek khusus dan mengabaikan aspek-aspek lainnya.
Sejumlah sarjana barat, terutama dari Belanda misalnya, mereka memegang teori bahawa asal usul Islam di Nusantara adalah dari India, bukan dari Persia atau Arabia. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel, ahli sejarah dari Universiti Leiden ini mengaitkan asal-usul Islam di Nusantara dengan wilayah Gujarat (India) dan Malabar. Menurutnya orang-orang Arab yang berimigrasi dan menetap diwilayah India yang kemudian membawa Islam ke Nusantara (Azyumardi Azra, 1994:24).Teori ini kemudian dipertegas kembali oleh Snouck Hurgronje yang menyatakan
bahawa begitu Islam telah kokoh dibeberapa kota pelabuhan anak benua India, maka para muslim yang tinggal di anak benua India ini, baik sebagai pedagang maupun perantara dalam perdagangan Timur Tengah dan Nusantara mereka datang ke dunia Melayu-Indonesia sebagai penyebar Islam pertama. Kemudian baru disusul oleh orang-orang arab yang
kebanyakan mereka adalah keturunan Nabi Muhammad SAW(Ahlil Bait), hal ini diketahui kerana mereka menggunakan gelar Sayid atau Syarif yang menyempurnakan penyebaran Islam di Nusantara. Tapi Snouck tidak memberi tahu secara jelas dari wilayah mana di India Selatan yang di sebutkan sebagai asal Islam di Nusantara. Namun ia menyebutkan bahwa abad ke-12 adalah sebagai periode paling awal dari permulaan penyebaran Islam di Nusantara. Pendapat yang sama tentang asal usul Islam di Nusantara yang datang dari Gujarat India ini juga dikemukakan oleh Moquette, pendapat sarjana Belanda ini di dasarkan pada bentuk batu nisan yang terdapat di bekas kerajaan Pasai dan batu nisan milik Maulana Malik Ibrahim di Gersik Jawa Timur memiliki kemiripan dengan batu-batu nisan yang ada di Cambay Gujarat India. Sehingga Moquette berkesimpulan bahwa Islam pertama masuk ke Nusantara adalah pada abad ke 13 yang dibawa oleh pedagang-pedagang muslim dari Gujarat. Moquette tidak membezakan antara waktu masuk dan berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara. Padahal keduanya memiliki proses-proses tersendiri, baik waktu masuknya
Islam pertama maupun waktu perkembangannya. Moquette tidak melihat proses ini, ia langsung berkesimpulan pada angka di nisan makam Malikussaleh di Pasai (Aceh Utara) dan nisan Malik Ibrahim di Gersik Jawa Timur.
Kerajaan Islam Pertama di Aceh
Dalam seminar “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara” tahun 1980 di Rantau Kuala Simpang Aceh Timur, memang telah di putuskan bahwa kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara adalah kerajaan Islam Peureulak(PERLAK). Kesimpulan ini didasarkan pada sebuah dokumen tertua yaitu kitab “Izhharul Haq” karangan Abu Ishak Al-Makarani Al-Fassy. Kitab ini menurut Prof. Ali Hasjmy merupakan salah satu sumber yang meyakinkan tentang pernah adanya kerajaan Islam Peureulak sebagai kerajaan Islam pertamadi Aceh dan Nusantara.Selain itu, tentang adanya kerajaan Peureulak juga didasarkan pada catatan Marcopolo yang pernah singgah di Peureulak pada tahun 1292 dalam pelayarannya dari Canton ke Teluk Parsi. Dalam catatan tersebut Marcopolo menyebutkan : “ketahuilah, bahwa
negeri ini (ferlek) banyak di kunjungi oleh pedagang-pedagang muslim. Berkat kedatangan para pedagang muslim ini rakyat Ferlek memeluk agama Muhammad (Islam) tapi ini hanyavterbatas kepada warga kota saja, kerana orang-orang di pegunungan masih hidup sebagai bangsa liar yang makan daging manusia maupun daging lainnya baik bersih maupun kotor”.Namun tentang adanya negeri Ferlek yang disebutkan dalam cacatan Marcopolo ini dibantah oleh Prof. Dr. Slamet Muliana (1986) yang menyatakan negeri Ferlek dalam laporan Marcopolo ialah translitrasi Itali dari tiponim asli Peureulak atau Perlak yang masih ada hingga sekarang ini, yang letaknya di pantai timur Aceh di muara sungai Peureulak. Namun
di tempat ini sampai sekarang tidak ditemukan peninggalan-peninggalan arkeologis Islam,meskipun sudah berulang kali diadakan penggaliannya. Menurut Muliana adanya Negara Peureulak ini semata-mata didasarkan atas pemberitaan Marcopolo dan dongeng dalam hikayat raja-raja Pasai. Kerana dalam hikayat ini terdapat bahagian yang menceritakan bahawa Sultan Malik Al-Saleh kawin dengan Puteri Ganggang dari Peureulak. Meskipun demikian apa yang diceritakan Marcopolo tentang adanya Peureulak mungkin juga ada benarnya. Kerana Marcopolo juga menyebutkan bahawa antara negeri Islam Peureulak dengan negeri Islam Samudra Pasai agak sebaya usianya. Oleh kerana kunjungan Marcopolo di Peureulak yang berlangsung pada tahun 1292 dan tahun mangkatnya Sultan Malik Al-Saleh tahun 1297, maka dapat di simpulkan bahwa musnahnya kesultanan Peureulak berkisar pada tahun1292 dan 1297. Dalam sejarah Melayu memang
disebutkan bahwa musnahnya kesultanan Peureulak di akibatkan oleh serangan musuh dari Negara seberang, tapi tidak disebutkan nama negeri yang menyerangnya.Lalu bagaimana halnya dengan kerajaan Islam Samudra Pasai yang oleh banyak peneliti sejarah juga menyebutkan sebagai kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara,bahkan sebagai kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara. Memang polemik mengenai kerajaan Islam pertama di Nusantara, terutama antara kerajaan Islam Peureulak dan kerajaan Islam Samudra Pasai boleh dikatakan belum memberikan titik putus, dimana para sejarawan  masih berbeza pendapat dan saling mempertahankan pendapat masing-masing.
Pengaruh Syiah-Sunnah Islam di Aceh
Untuk mengetahui dua pengaruh aliran yang berkembang sejak awal lahirnya Islam di tanah Arab dan pengaruhnya dalam awal masuk dan berkembangnya agama Islam di Aceh dan Nusantara memang agak sulit untuk dilbincangkan. Apakah Islam yang masuk ke Aceh dan Nusantara ini dalam awal-awal sejarahnya merupakan Islam yang beraliran Sunnah (Ahlulsunah waljamaah) atau Islam yang sudah di pengaruhi aliran Syiah. Kerana kedua pengaruh itu hingga kini masih di temukan bentuknya dalam masyarakat Aceh. Meskipun dalam perlaksanaan ibadah masyarakat Aceh sekarang lebih dominan menganut Ahlulsunnah waljamaah, akan tetapi dalam soal adat budaya masyarakat sekarang masih di warnai oleh pengaruh-pengaruh sebagaimama yang menjadi kepercayaan golongan Islam beraliran Syiah.Hal itu hingga kini masih ditemukan di kampung-kampung di aceh, di mana masyarakat masih menyebutkan urutan nama-nama bulan, bulan Hasan-Husin dan bulan Asyura sebagai bulan memperingati wafatnya cucu Nabi Muammad SAW dalam tragedi Karbala pada tahun 61 Hijriah. Malah riwayat tentang Hasan Husin yang memilukan itu telah dihikayatkan oleh orang Aceh dalam bentuk syair-syair yang sangat menarik dan selalu dilantunkan di kampung-kampung Aceh.Semua itu mengesahkan bahawa pengaruh Syiah dalam masyarakat Aceh sudah berlangsung cukup lama, hingga ada bahagian-bahagian ritual keagamaan dalam masyarakat Aceh masih disebutkan bahwa ritual-ritual tersebut adalah hasil produk aliran Syiah. Yang menjadi pertanyaan kita, apakah aliran Syiah di Aceh ini sudah berkembang sejak masuknya Islam ke Aceh, atau Islam di Aceh ini lebih dulu di pengaruhi oleh Ahlulsunah Waljamaah. Prof.A.Hasjmy (1983) mengandaikan bahawa sejak masuknya Islam ke Aceh, sejak itu, Syiah (yang diketuai golongan AhlulBait Parsi) sudah memulai pengaruhnya terutama di wilayah Perlak sebagai kerajaan Islam Pertama di Aceh. Setelah itu kaum syiah yang umumnya datang dari Parsi terus menebar ajaran Syiah ini ke wilayah kerajaan Samudera Pasai.Kesimpulan yang dikemukan Hasjmy masih mengundang pertanyaan, kerana bila kita
kembali ke asal datangnya Islam ke Aceh dan Nusantara langsung dari Arab/Parsi menurut sebahagian pendapat adalah Islam yang belum bercampur-baur dengan ajaran-ajaran seperti yang dikembang setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, seperti ajaran Syiah, Khawarij,Muktazilah. Syiah sendiri diperkirakan baru lahir setelah wafatnya Rasulullah yang
dipelopori oleh Abdullah Ibnu Saba, seorang munafik yahudi yang berpura-pura masuk agama Islam (Ihsan Ilahi Zahir, 1984:30) yang kemudian Syiah ini dikenal sebagai golongan yang kecewa terhadap Khullafaaur Rasyidin, kerana menurut mereka Sayyidina Ali bin Abi Thalib-lah yang berhak menjadi Khalifah setelah meninggalnya Rasulullah SAW.
Jadi sungguh tidak mungkin kalau Islam yang datang pertama sekali ke Aceh dan Nusantara langsung dari Arab itu adalah Islam yang beraliran Syiah, kecuali kalau Islam yang datang ke Aceh ini pertama sekali adalah dari Gujarat India. Kerana sebagian pendapat mengatakan orana-orang Islam beraliran Syiah yang terdesak di masa Khalifah Umayyah
banyak yang berhijrah ke Gujarat India, baik sebagai pedagang maupun sebagai ulama-ulama Syiah itu sendiri. Dan pedagang-pedagang inilah yang kemudian datang ke Aceh dan Nusantara selain untuk misi dagangnya juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di daerah yang mereka kunjungi.
Malah dalam perkembangan selanjutnya pengaruh Syiah di Aceh makin mengecil diakibatkan lebih dominannya pengaruh Islam Sunni. Hal itu terbukti sejak dahulu hingga sekarang di Aceh hampir tak pernah terdengar adanya konflik tokoh-tokoh Islam Syiah yangmempengaruhi munculnya konflik keagamaan (khilafiah) dalam memahami Islam di Aceh.
Malah konflik keagamaan yang paling dominan ditemukan di Aceh dari dulu hingga kini adalah konflik antara Alhlusunnah dan Wahabiyah.Tidak dapat di perkecilkan pengaruh Syiah masih wujud dalam hidup masyarakat Aceh Khususnya dan Nusantara umumnya yang mengamal Ahlusunnah Waljamaah kerana terdapat keserasian antara amalan dan kepercayaan Syiah Imamiah-Istna Asarirah dengan pengikut Ahlusunnah yang berakidah Asarirah-AlMaturidiah, dan pengikut Tarekat Sufi. Ini di perteguhkan lagi dengan ketaksuban masyarakat Nusantara kepada golongan yang menggelar diri mereka keturunan nabi Muhammad (Ahlul Bait). Tedapat banyak budaya golongan syiah yang masih diamal hingga hari ini seperti perayaan 10Asyura, Dabus, Berzanji, kepercayaan kepada Imam Mahdi, Doa dan Mentera yang dikaitkan denagan Saidina Ali,Hasan-Husain, Pemujaan Kubur,pembacaan Manakib, perayaan hari haul dan lain-lain lagi.
Bibliografi
Anthony Reid, Sumatera Tempo Doeloe, dari Marco Polo sampai Tan Malaka, Komunitas
Bambu, Jakarta, 2010.
Arani Usman, Sejarah Peradaban Aceh sautu analisis Interaksionis, Intergrasi dan Konflik,
Yayasan Obor, Jakarta, 2003
A.Hasjmy, Sejarah Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia, PT.Alamarif,
Bandung,1989.
,Syiah dan ahlussunnah Saling Rebut Pengaruh dan kekuasaan Sejak Awal
Sejarah Islam di Kepulauaan Nusantara, PT. Bina Ilmu, Surabaya,1983.
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII, Mizan, Bandung, 1994.
Muhammad Said, Aceh Sepanjang Abad, Jilid I, Cetakan kedua, Perbitan Waspada, Medan,
1981.
Ihsan Ilahi Zhari, Salah Paham Sunnah-syiah, Penerbit Risalah, Bandung, 1984.
Slamet Muliana, Kuntala Sri wijaya dan suwarnabhumi, Yayasan Idayu,…..,1984.
H.M.Zainuddin, Tarech Atjeh dan Nusantara, Pustaka Iskandar Muda, Medan,1961.
Nab Bahany As, Mengkaji Kembali kerajaan Islam Perlak Sebagai Kerajaan Islam Pertama
di Asia Tenggara, Artikel dalam Surat Kabar “Peristiwa”, November, 1990.
,Kerajaan Islam Pasai-Perlak dalam Pandangan Metodelogi Sejarah, Artikel
dalam Surat Kabar “Peristiwa”, November, 1990.
Kong Yuanzhi, Muslim Tionghowa Cheng Ho Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara,
Pustaka Populer Obor, Jakarta, 2005
Laporan Utama, Syiah Menghilang di Aceh, dalam Surat Kabar “Aceh Kita” 26 Februari
2007.
Tan Ta Sen, Cheng Ho Penyebaran Islamdari Cina ke Nusantara, Penerbit Buku Kompas,
Jakarta, 2010
Robert Dick-Read, Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika Penjelajah Bahari: Bukti-Bukti
Mutakhir Tentang Penjelajahan Pelaut Indonesia Adat ke-5 Jauh Sebelum
Cheng Ho dan Columbus, Mizan, Bandung, 2008
Profil
Drs. Nab Bahany As, lahir di Ulee Gle, Pidie Jaya, 1 Januari 1964, adalah alumni
Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Pada Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Sekarang bekerja sebagai jurnalis, Ketua Lembaga Studi Kebudayaan dan Pembangunan
Masyarakat (LSKPM) Banda Aceh, Anggota Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia
(MSI) Provinsi Aceh, dan Pengurus Majlis Adat (MAA) Provinsi Aceh.
Share:

0 #type=(blogger):

Total Pageviews

Popular Posts