Dalam membicarakan sejarah masuk dan berkembangnya agama Islam di Nusantara dan Asia Tenggara, fokus
kajiannya
tentu saja bermula dari Aceh. Kerana dalam banyak kajian sejarah telah
disepakati bahawa Aceh adalah daerah pertama bertapaknya agama Islam
yang kemudian berkembang ke wilayah-wilayah di Nusantara dan Asia
Tenggara. Oleh kerana itu, dalam kita membicarakan sejarah masuknya
Islam ke Aceh, Nusantara dan AsiaTenggara, setidaknya ada lima masalah
pokok yang harus menjad i kajian kita lebih dulu. Pertama, dari mana tempat asal kedatangan agama Islam ke Aceh yang kemudian berkembang di Nusantara dan Asia Tenggara. Kedua, daerah yang mula-mula agama Islam masuk ke Aceh hingga berdirinya kerajaan Islam pertama di Aceh. Ketiga, Bilakah Islam pertama
kali masuk ke Aceh. Keempat, aliran Islam apa yang pertama sekali berkembang di Aceh, dan Kelima, siapakah yang mula-mula pembawa agama Islam ke Aceh.
Selain
itu, masih menjadi perselisihan pendapat di kalangan sejarawan,baik
mengenai tempat asal mula kedatangan Islam ke Nusantara, mahupun tempat
pertama sekali Islam masuk dan berkembang di di Aceh. Selisih pendapat
ini terbukti dari masih adanya pendapat yang mengatakan bahwa agama
Islam pertama sekali masuk ke Aceh adalah di Perlak
(Aceh Timur sekarang) dan di wilayah inilah berdirinya kerajaan Islam
pertama di Aceh dan Nusantara bahkan untuk Asia Tenggara. Sementara
pendapat lainnya mendakwa bahawa kerajaan Islam pertama berdiri di Aceh
adalah kerajaan Islam Samudra Pasai (daerah Aceh Utara
sekarang ini). Demikian pula daerah asal Islam pertama kali datang ke
Aceh dan Nusantara, sebahagian pendapat mengatakan agama Islam pertama
sekali datang ke Aceh adalah dari Gujarat India,namun sebahagian lainnya
mengatakan agama Islam pertama masuk ke Aceh langsung dari Arab. Beza
pendapat ini juiga mempengaruhi pada aliran Islam pertama yang datang ke
Aceh dan Nusantara. Ada yang mengatakan aliran Islam pertama masuk ke
Aceh adalah Islam Sunni, namun ada juga yang berpendapat bahwa agama
Islam pertama datang ke Aceh adalah agama Islam beraliran Syiah.
Setidaknya, itulah yang akan menjadi fokus kita dalam nota yang ingin
saya sampaikan pada kesempatan ini.Sebagaimana diketahui, sebelum
datangnya agama Islam ke Aceh, penduduk diwilayah ini telah lebih dulu
dipengaruhi oleh agama Hindu. Hal ini diketahui dari adanya
peninggalan-peninggalan purba bekas kepercayaan Hindu terutama di
daerah-daerah pesisir pantai Aceh. Walaupun sudah tidak lagi ditemukan
bekasnya, tapi dari cerita-cerita rakyat dan peraturan-peraturan lama
yang berlaku dalam masyarakat Aceh dapat dipercaya bahwa pengaruh Hindu
telah berlaku beberapa lama dalam mempengaruhi peradaban dan bahasa
Aceh
sebelum masuknya agama Islam ke Aceh (H.M. Zainuddin, 1961: 42).Bukti
adanya pengaruh Hindu di Aceh juga dipertegas Muhammad Said (1981) yang
mengatakan bahawa agama Hindu telah masuk masuk ke Aceh seiring
datangnya para imigran India di kepulauan Nusantara sejak awal abad ke 4
Masehi. Sejak itu agama Hindu sudah mulai bertapak di Aceh, meskipun
di wilayah-wilayah tertentu di pesisir pantai Aceh. terdapat banyak
peninggalan purba yang diyakini sebagai bekas peninggalan Hindu di Aceh,
dan semua peninggalan purba itu sekarang memang terletak di wilayah
pesisir Aceh.Sepertii beberapa bangunan bekas peninggalan Hindu yang
ditemukan di wilayah Krueng Raya di kaki gunung Selawah Aceh Besar dan
sebagian lainnya di Laweung Pidie.
Permulaan Islam di Aceh
Kedudukan
geografi Aceh yang sangat strategik di jalur lalulintas antarabangsa
Selat Melaka boleh dikatakan rahmat Tuhan yang diberikan kepada Aceh.
Kerana dengan letak geografi Aceh di sepanjang pantai Selat Malaka ini
telah membuat Aceh menjadi salah satu daerah terpenting bagi tempat
persinggahan ke luar masuknya para padagang dunia. Hubungan perdagangan
dunia dengan Aceh telah dimulai sejak adanya kehidupan dan sejak
tumbuhnya peradaban di Nusantara (Arani Usman, 2003:8-9). Hubungan
antarabangsa yang dijalin orang Aceh pada awalnya adalah melalui
hubungan perdagangan. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya saudagar
dari Arab, Parsi dan India mencari rempah-rempah di Sumatera untuk
dibawa melalui India yang selanjutnya diteruskan ke Timur Tengah. Dari
interaksi antarabangsa ini memberi petunjuk kepada kita bahawa hubungan
antara budaya orang Aceh dengan bangsa
dunia sudah berlengsung
jauh sebelum agama Islam datang ke Aceh dan Nusantara.Lalu bagaimana
dengan kedatangan Islam di Aceh di tengah perhubungan budaya
antarabangsa yang berlangsung sejak daerah Aceh menjadi daerah terbuka
terhadap latar belakang budaya dan agama yang berbeza. Sebagaimana
telah dikemukakan , bahawa awal mulanya Islam masuk ke Aceh ada dua
teori yang dikembangkan para sejarawan. Teori pertama mengatakan agama
Islam sudah masuk ke Aceh sejak abad pertama tahun Hijriah, atau pada
abad ke 7 Mesehi, tiori ini dipelopori oleh
sejarawan Muslim.
Sementara teori kedua yang dipelopori oleh sejarawan Barat (orientalis)
lebih menekankan bahwa Islam pertama masuk ke Aceh (Nusantara) adalah
pada abad ke 13 Masehi dengan berbagai pembuktiannya. Kedua teori ini
memerlukan sebuah analisa sejarah yang kritis. Pendapat yang mengatakan
Islam sudah mesuk ke Aceh dan Nusantara pada abad pertama Hijriah memang
sudah menjadi kesimpulan dalam beberapa kali seminar Sejarah
Masuk
dan berkembangnya Islam di Nusantara. Seminar sejarah Islam yang
berlangsung di Medan Sumatera Utara tahun 1963, juga menyimpulkan bahwa
agama Islam pertama masuk ke Nusantara adalah pada abad pertama Hijriah,
dan daerah pertama sekali menerima Islam diNusantara adalah daerah
Aceh. Kesimpulan ini ditegaskan kembali pada Seminar Sejarah Islam di
Banda Aceh tahun 1978, kemudian tahun 1980 dalam Seminar Sejarah Masuk
dan Berkembangnya Islam di Nusantara yang diselenggarakan di Rantau
Kuala Simpang, Aceh Timur, juga disimpulkan bahwa agama Islam telah
masuk ke Aceh dan Nusantara sejak abad pertama Hijriah. Tiga kesimpulan
seminar ini rasanya telah cukup menguatkan teori yang dikemukakan oleh
para sarjana Islam yang mengatakan Islam telah masuk ke Aceh pada abad
pertama tahun Hijriah atau pada abad ke-7 tahun Masehi.
Kesimpulan-kesimpulan dalam seminar itu menurut sejarawan Islam sendiri
bukan tidak beralasan, apalagi ketika dihubungkan penyebaran Islam di
seluruh jazirah Arab, yang diperkirakan bahawa menjelang wafatnya Nabi
Muhammad SAW agama Islam sudah berkembang luas diseluruh jazirah Arab.
Pengembangan Islam ini terus meluas hingga keluar jazirah Arab, bahkan
di zaman Khalifah Usman Ibn ‘Affan utusan pengembangan agama Islam ini
sudah sampai ke China. Para pendakwah Islam ini berlayar melalui lautan
India dan laut China menuju pelabuhan Guangzhou di China Selatan. Pada
zaman itu China kebetulan sedang dipimpin oleh Dinasti T’ang (618-907 M)
iaitu
pada waktu negeri tersebut sedang membuka pintu masuk untuk kedatangan
orang orang luar. Maka orang-orang Arab yang sudah berada di
bandar-bandar pelabuhan negeri itu dengan mudah dapat masuk ke China.
Dengan demikian tidak mustahil bila pedagang dan para pelaut Arab yang
sudah beragama Islam ketika itu dalam menuju China dari
negerinya
mereka melintasi Selat Melaka dan singgah di pelabuhan-pelabuhan pantai
Selat Melaka, baik untuk menunggu musim ataupun untuk menambah
perbekalan, atau bahkan melakukan perdagangan dengan penduduk setempat
di pelabuhan-pelabuhan yang mereka singgahi. Maka tidak mustahil dalam
interaksi itu orang Arab yang sudah beragama
Islam sekaligus mendakwahkan agama Islam bagi penduduk-penduduk Aceh sambil mereka menuju negeri China.
Sumber-sumber
China juga menyebutkan bahwa para perantau Arab yang sudah beragama
Islam, sejak tahun 600 Masehi sudah banyak ditemukan bermukim di Aceh.
Seperti diceritakan dalam catatan perjalanan seorang Sami Budha I Shing,
ia menyebutkan bahwa di tahun 672 Masehi ketika ia berangkat dari
Canton menuju India melalui Selat Melaka ia sempat menyinggahi beberapa
pelabuhan di pantai sebelah Barat Sumatera, dan pelabuhan-pelabuhan itu
adalah pelabuhan Aceh. Saat itu dalam catatannya I Shing menyebutkan
bahwa di pantai Barat Sumatera (Aceh atau Sumatera) itu telah banyak
bermukim orang-orang muslim Arab yang disebut sebagai bangsa Ta-shi dalam logat China, maksudnya adalah bangsa Parsi.
Dengan demikian teori yang mengatakan Islam pertama sekali masuk ke
Aceh dan Nusantara pada abad pertama Hijriah dari dalil-dalil yang telah
dikemukakan, teori tersebut memang hampir tak terbantahkan.
Latar
belakang teori itu juga sekaligus membuktikan kepada kita bahawa Islam
pertama masuk ke Aceh atau Nusantara adalah langsung dari Arab/Parsi
seiring datangnya pelaut atau pedagang-pedagang Arab/Parsi ke Aceh dan
Nusantara, baik sebagai tempat singgahan sementara sambil menuju ke
Timur Jauh melalui Selat Malaka maupun sebagai perantau , atau imigran
yang ingin mencari penghidupan baru dikepulauan Nusantara.Hal ini tidak
berarti bahwa apa yang diandaikankan sarjana Barat mengenai kedatangan
Islam pertama di Aceh dan Nusantara pada abad ke 13 Masehi yang dibawa
oleh pedagang dari Gujarat India menjadi termansuhkan dengan pendapat
yang dikemukakan sarjana Islam. Kerana setiap teori memang mengandung
kecenderungan tertentu dengan menekankan aspek-aspek khusus dan
mengabaikan aspek-aspek lainnya.
Sejumlah sarjana barat, terutama
dari Belanda misalnya, mereka memegang teori bahawa asal usul Islam di
Nusantara adalah dari India, bukan dari Persia atau Arabia. Sarjana
pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel,
ahli sejarah dari Universiti Leiden ini mengaitkan asal-usul Islam di
Nusantara dengan wilayah Gujarat (India) dan Malabar. Menurutnya
orang-orang Arab yang berimigrasi dan menetap diwilayah India yang
kemudian membawa Islam ke Nusantara (Azyumardi Azra, 1994:24).Teori ini
kemudian dipertegas kembali oleh Snouck Hurgronje yang menyatakan
bahawa
begitu Islam telah kokoh dibeberapa kota pelabuhan anak benua India,
maka para muslim yang tinggal di anak benua India ini, baik sebagai
pedagang maupun perantara dalam perdagangan Timur Tengah dan Nusantara
mereka datang ke dunia Melayu-Indonesia sebagai penyebar Islam pertama.
Kemudian baru disusul oleh orang-orang arab yang
kebanyakan mereka adalah keturunan Nabi Muhammad SAW(Ahlil Bait), hal ini diketahui kerana mereka menggunakan gelar Sayid atau Syarif yang menyempurnakan penyebaran Islam di Nusantara. Tapi Snouck
tidak memberi tahu secara jelas dari wilayah mana di India Selatan yang
di sebutkan sebagai asal Islam di Nusantara. Namun ia menyebutkan bahwa
abad ke-12 adalah sebagai periode paling awal dari permulaan penyebaran
Islam di Nusantara. Pendapat yang sama tentang asal usul Islam di
Nusantara yang datang dari Gujarat India ini juga dikemukakan oleh Moquette,
pendapat sarjana Belanda ini di dasarkan pada bentuk batu nisan yang
terdapat di bekas kerajaan Pasai dan batu nisan milik Maulana Malik
Ibrahim di Gersik Jawa Timur memiliki kemiripan dengan batu-batu nisan
yang ada di Cambay Gujarat India. Sehingga Moquette berkesimpulan bahwa
Islam pertama masuk ke Nusantara adalah pada abad ke 13 yang dibawa oleh
pedagang-pedagang muslim dari Gujarat. Moquette tidak membezakan antara
waktu masuk dan berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara. Padahal
keduanya memiliki proses-proses tersendiri, baik waktu masuknya
Islam
pertama maupun waktu perkembangannya. Moquette tidak melihat proses
ini, ia langsung berkesimpulan pada angka di nisan makam Malikussaleh di
Pasai (Aceh Utara) dan nisan Malik Ibrahim di Gersik Jawa Timur.
Kerajaan Islam Pertama di Aceh
Dalam
seminar “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara” tahun 1980
di Rantau Kuala Simpang Aceh Timur, memang telah di putuskan bahwa
kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara adalah kerajaan Islam Peureulak(PERLAK).
Kesimpulan ini didasarkan pada sebuah dokumen tertua yaitu kitab
“Izhharul Haq” karangan Abu Ishak Al-Makarani Al-Fassy. Kitab ini
menurut Prof. Ali Hasjmy merupakan salah satu sumber yang meyakinkan
tentang pernah adanya kerajaan Islam Peureulak sebagai kerajaan Islam
pertamadi Aceh dan Nusantara.Selain itu, tentang adanya kerajaan
Peureulak juga didasarkan pada catatan Marcopolo yang pernah singgah di
Peureulak pada tahun 1292 dalam pelayarannya dari Canton ke Teluk Parsi.
Dalam catatan tersebut Marcopolo menyebutkan : “ketahuilah, bahwa
negeri ini (ferlek)
banyak di kunjungi oleh pedagang-pedagang muslim. Berkat kedatangan
para pedagang muslim ini rakyat Ferlek memeluk agama Muhammad (Islam)
tapi ini hanyavterbatas kepada warga kota saja, kerana orang-orang di
pegunungan masih hidup sebagai bangsa liar yang makan daging manusia
maupun daging lainnya baik bersih maupun kotor”.Namun tentang adanya
negeri Ferlek yang disebutkan dalam cacatan Marcopolo ini dibantah oleh
Prof. Dr. Slamet Muliana (1986) yang menyatakan negeri Ferlek dalam
laporan Marcopolo ialah translitrasi Itali dari tiponim asli Peureulak
atau Perlak yang masih ada hingga sekarang ini, yang letaknya di pantai
timur Aceh di muara sungai Peureulak. Namun
di tempat ini sampai
sekarang tidak ditemukan peninggalan-peninggalan arkeologis
Islam,meskipun sudah berulang kali diadakan penggaliannya. Menurut
Muliana adanya Negara Peureulak ini semata-mata didasarkan atas
pemberitaan Marcopolo dan dongeng dalam hikayat raja-raja Pasai. Kerana
dalam hikayat ini terdapat bahagian yang menceritakan bahawa Sultan
Malik Al-Saleh kawin dengan Puteri Ganggang dari Peureulak. Meskipun
demikian apa yang diceritakan Marcopolo tentang adanya Peureulak mungkin
juga ada benarnya. Kerana Marcopolo juga menyebutkan bahawa antara
negeri Islam Peureulak dengan negeri Islam Samudra Pasai agak sebaya
usianya. Oleh kerana kunjungan Marcopolo di Peureulak yang berlangsung
pada tahun 1292 dan tahun mangkatnya Sultan Malik Al-Saleh tahun 1297,
maka dapat di simpulkan bahwa musnahnya kesultanan Peureulak berkisar
pada tahun1292 dan 1297. Dalam sejarah Melayu memang
disebutkan
bahwa musnahnya kesultanan Peureulak di akibatkan oleh serangan musuh
dari Negara seberang, tapi tidak disebutkan nama negeri yang
menyerangnya.Lalu bagaimana halnya dengan kerajaan Islam Samudra Pasai
yang oleh banyak peneliti sejarah juga menyebutkan sebagai kerajaan
Islam pertama di Aceh dan Nusantara,bahkan sebagai kerajaan Islam
pertama di Asia Tenggara. Memang polemik mengenai kerajaan Islam pertama
di Nusantara, terutama antara kerajaan Islam Peureulak dan kerajaan
Islam Samudra Pasai boleh dikatakan belum memberikan titik putus, dimana
para sejarawan masih berbeza pendapat dan saling mempertahankan
pendapat masing-masing.
Pengaruh Syiah-Sunnah Islam di Aceh
Untuk
mengetahui dua pengaruh aliran yang berkembang sejak awal lahirnya
Islam di tanah Arab dan pengaruhnya dalam awal masuk dan berkembangnya
agama Islam di Aceh dan Nusantara memang agak sulit untuk dilbincangkan.
Apakah Islam yang masuk ke Aceh dan Nusantara ini dalam awal-awal
sejarahnya merupakan Islam yang beraliran Sunnah (Ahlulsunah waljamaah)
atau Islam yang sudah di pengaruhi aliran Syiah. Kerana kedua pengaruh
itu hingga kini masih di temukan bentuknya dalam masyarakat Aceh.
Meskipun dalam perlaksanaan ibadah masyarakat Aceh sekarang lebih
dominan menganut Ahlulsunnah waljamaah, akan tetapi dalam soal
adat budaya masyarakat sekarang masih di warnai oleh pengaruh-pengaruh
sebagaimama yang menjadi kepercayaan golongan Islam beraliran Syiah.Hal
itu hingga kini masih ditemukan di kampung-kampung di aceh, di mana
masyarakat masih menyebutkan urutan nama-nama bulan, bulan Hasan-Husin
dan bulan Asyura sebagai bulan memperingati wafatnya cucu Nabi Muammad
SAW dalam tragedi Karbala pada tahun 61 Hijriah. Malah riwayat tentang
Hasan Husin yang memilukan itu telah dihikayatkan oleh orang Aceh dalam
bentuk syair-syair yang sangat menarik dan selalu dilantunkan di
kampung-kampung Aceh.Semua itu mengesahkan bahawa pengaruh Syiah dalam
masyarakat Aceh sudah berlangsung cukup lama, hingga ada
bahagian-bahagian ritual keagamaan dalam masyarakat Aceh masih disebutkan bahwa ritual-ritual tersebut adalah hasil produk aliran Syiah.
Yang menjadi pertanyaan kita, apakah aliran Syiah di Aceh ini sudah
berkembang sejak masuknya Islam ke Aceh, atau Islam di Aceh ini lebih
dulu di pengaruhi oleh Ahlulsunah Waljamaah. Prof.A.Hasjmy (1983)
mengandaikan bahawa sejak masuknya Islam ke Aceh, sejak itu, Syiah (yang diketuai golongan AhlulBait Parsi)
sudah memulai pengaruhnya terutama di wilayah Perlak sebagai kerajaan
Islam Pertama di Aceh. Setelah itu kaum syiah yang umumnya datang dari
Parsi terus menebar ajaran Syiah ini ke wilayah kerajaan Samudera
Pasai.Kesimpulan yang dikemukan Hasjmy masih mengundang pertanyaan,
kerana bila kita
kembali ke asal datangnya Islam ke Aceh dan
Nusantara langsung dari Arab/Parsi menurut sebahagian pendapat adalah
Islam yang belum bercampur-baur dengan ajaran-ajaran seperti yang
dikembang setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, seperti ajaran Syiah,
Khawarij,Muktazilah. Syiah sendiri diperkirakan baru lahir setelah
wafatnya Rasulullah yang
dipelopori oleh Abdullah Ibnu Saba,
seorang munafik yahudi yang berpura-pura masuk agama Islam (Ihsan Ilahi
Zahir, 1984:30) yang kemudian Syiah ini dikenal sebagai golongan yang
kecewa terhadap Khullafaaur Rasyidin, kerana menurut mereka Sayyidina
Ali bin Abi Thalib-lah yang berhak menjadi Khalifah setelah meninggalnya
Rasulullah SAW.
Jadi sungguh tidak mungkin kalau Islam yang
datang pertama sekali ke Aceh dan Nusantara langsung dari Arab itu
adalah Islam yang beraliran Syiah, kecuali kalau Islam yang datang ke
Aceh ini pertama sekali adalah dari Gujarat India. Kerana sebagian
pendapat mengatakan orana-orang Islam beraliran Syiah yang terdesak di
masa Khalifah Umayyah
banyak yang berhijrah ke Gujarat India, baik
sebagai pedagang maupun sebagai ulama-ulama Syiah itu sendiri. Dan
pedagang-pedagang inilah yang kemudian datang ke Aceh dan Nusantara
selain untuk misi dagangnya juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di
daerah yang mereka kunjungi.
Malah dalam perkembangan selanjutnya
pengaruh Syiah di Aceh makin mengecil diakibatkan lebih dominannya
pengaruh Islam Sunni. Hal itu terbukti sejak dahulu hingga sekarang di
Aceh hampir tak pernah terdengar adanya konflik tokoh-tokoh Islam Syiah
yangmempengaruhi munculnya konflik keagamaan (khilafiah) dalam memahami
Islam di Aceh.
Malah konflik keagamaan yang paling dominan
ditemukan di Aceh dari dulu hingga kini adalah konflik antara
Alhlusunnah dan Wahabiyah.Tidak dapat di perkecilkan pengaruh Syiah
masih wujud dalam hidup masyarakat Aceh Khususnya dan Nusantara umumnya
yang mengamal Ahlusunnah Waljamaah kerana terdapat keserasian antara
amalan dan kepercayaan Syiah Imamiah-Istna Asarirah dengan pengikut
Ahlusunnah yang berakidah Asarirah-AlMaturidiah, dan pengikut Tarekat
Sufi. Ini di perteguhkan lagi dengan ketaksuban masyarakat Nusantara
kepada golongan yang menggelar diri mereka keturunan nabi Muhammad
(Ahlul Bait). Tedapat banyak budaya golongan syiah yang masih diamal
hingga hari ini seperti perayaan 10Asyura, Dabus, Berzanji, kepercayaan
kepada Imam Mahdi, Doa dan Mentera yang dikaitkan denagan Saidina
Ali,Hasan-Husain, Pemujaan Kubur,pembacaan Manakib, perayaan hari haul
dan lain-lain lagi.
Bibliografi
Anthony Reid, Sumatera Tempo Doeloe, dari Marco Polo sampai Tan Malaka, Komunitas
Bambu, Jakarta, 2010.
Arani Usman, Sejarah Peradaban Aceh sautu analisis Interaksionis, Intergrasi dan Konflik,
Yayasan Obor, Jakarta, 2003
A.Hasjmy, Sejarah Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia, PT.Alamarif,
Bandung,1989.
,Syiah dan ahlussunnah Saling Rebut Pengaruh dan kekuasaan Sejak Awal
Sejarah Islam di Kepulauaan Nusantara, PT. Bina Ilmu, Surabaya,1983.
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII, Mizan, Bandung, 1994.
Muhammad Said, Aceh Sepanjang Abad, Jilid I, Cetakan kedua, Perbitan Waspada, Medan,
1981.
Ihsan Ilahi Zhari, Salah Paham Sunnah-syiah, Penerbit Risalah, Bandung, 1984.
Slamet Muliana, Kuntala Sri wijaya dan suwarnabhumi, Yayasan Idayu,…..,1984.
H.M.Zainuddin, Tarech Atjeh dan Nusantara, Pustaka Iskandar Muda, Medan,1961.
Nab Bahany As, Mengkaji Kembali kerajaan Islam Perlak Sebagai Kerajaan Islam Pertama
di Asia Tenggara, Artikel dalam Surat Kabar “Peristiwa”, November, 1990.
,Kerajaan Islam Pasai-Perlak dalam Pandangan Metodelogi Sejarah, Artikel
dalam Surat Kabar “Peristiwa”, November, 1990.
Kong Yuanzhi, Muslim Tionghowa Cheng Ho Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara,
Pustaka Populer Obor, Jakarta, 2005
Laporan Utama, Syiah Menghilang di Aceh, dalam Surat Kabar “Aceh Kita” 26 Februari
2007.
Tan Ta Sen, Cheng Ho Penyebaran Islamdari Cina ke Nusantara, Penerbit Buku Kompas,
Jakarta, 2010
Robert Dick-Read, Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika Penjelajah Bahari: Bukti-Bukti
Mutakhir Tentang Penjelajahan Pelaut Indonesia Adat ke-5 Jauh Sebelum
Cheng Ho dan Columbus, Mizan, Bandung, 2008
Profil
Drs. Nab Bahany As, lahir di Ulee Gle, Pidie Jaya, 1 Januari 1964, adalah alumni
Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Pada Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Sekarang bekerja sebagai jurnalis, Ketua Lembaga Studi Kebudayaan dan Pembangunan
Masyarakat (LSKPM) Banda Aceh, Anggota Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia
(MSI) Provinsi Aceh, dan Pengurus Majlis Adat (MAA) Provinsi Aceh.
0 #type=(blogger):
Posting Komentar